IDI: Waspada Kelonggaran Menuju Endemi Jadi Hiperendemi Covid

pandemi 5555
Ilustrasi pandemi Covid-19 di Indonesia. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mewanti-wanti baik kepada pemerintah maupun masyarakat Indonesia untuk tidak kebablasan dalam merelaksasi dan melaksanakan kebijakan transisi pandemi virus corona (Covid-19) menjadi endemi.

Zubairi menilai, kondisi pandemi Covid-19 masih sangat fluktuatif dan dinamis. Ia tidak ingin perilaku-perilaku tak waspada akibat relaksasi justru malah membuat Indonesia masuk dalam jurang hiperendemi Covid-19.

“Saya rasa situasi yang membaik ini momentum yang pas untuk mempersiapkan transisi. Ya syaratnya harus ada koordinasi yang solid semua pihak dan tidak boleh menurunkan kewaspadaan,” kata Zubairi melalui cuitan di akun twitter pribadi @ProfesorZubairi, Rabu (15/9).

“Kalau longgarnya kebablasan, bisa-bisa malah menjadi hiperendemi, alih-alih menuju endemi,” imbuhnya.

Hiperendemi adalah situasi tingkat kejadian penyakit lebih tinggi dibandingkan dengan endemi. Kejadian penyakit yang dimaksud mengacu pada kondisi sebaran virus yang konstan dalam suatu populasi, yang terdapat di suatu wilayah geografis tertentu.

Zubairi mengaku tak mempermasalahkan rencana pemerintah untuk mengajak warga mulai ‘terbiasa’ dengan virus corona melalui tahapan transisi menuju endemi Covid-19 di Indonesia. Namun menurutnya kondisi itu perlu disiapkan dengan strategi yang apik dari pemerintah.

Sebab, pandemi bukan berarti virus corona akan hilang dan tidak ada kasus baru. Banyak faktor yang membuat pandemi bergeser menjadi endemi. Seperti jumlah penularan, kasus, dan kematian beserta polanya, juga soal durasi perlindungan dari vaksinasi dan infeksi alami.

Zubairi pun mencontohkan, pandemi influenza H1N1 tahun 1918 berubah menjadi endemi dan muncul dalam wabah musiman yang lebih kecil pada 40 tahun berikutnya. Kemudian, wabah SARS-CoV-1 yang mewabah sejak 2002 berhenti sampai Juli 2003. Namun ternyata sempat ditemukan pada 2004 di Tiongkok.

“Faktor-faktor ini kan beda di tiap daerah Indonesia. Apalagi masih ada ketimpangan faskes dan serapan vaksinasi yang bervariasi serta ketersediaannya. Kita harus mempersiapkan juga kapasitas layanan kesehatan untuk mengelola lonjakan kasus di masa depan. Mitigasi ini harus ada,” jelasnya.

Pembicaraan mengenai transisi pandemi Covid-19 menuju endemi kerap disampaikan pemerintah akhir-akhir ini. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan memaparkan skenario pemerintah dalam menghadapi Covid-19 sebagai endemi. Skenario tersebut terkait dinamika jumlah penambahan kasus Covid-19 pada tahun 2022.

Budi membagi skenario tersebut berdasarkan dua kondisi, yakni endemi dalam keadaan normal, dan kondisi endemi dengan munculnya mutasi virus SARS-CoV-2 yang berpotensi mampu membuat lonjakan kasus covid-19 di Tanah Air.

Skenario pertama, Budi mengestimasi akan ada 1,9 juta kasus Covid-19 dalam setahun sepanjang 2022. Sementara apabila terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat varian anyar, maka estimasi penambahan kasus Covid-19 di Indonesia dalam setahun berjumlah 3,9 juta.

Sebagaimana diketahui, 18 bulan terakhir ini Indonesia mencatatkan 4.174.216 kasus Covid-19. Dengan perkiraan itu, Budi juga telah mengestimasi jumlah testing yang akan dilakukan. Untuk skenario A misalnya, pemerintah setidaknya akan melakukan 28 juta testing dalam setahun, sementara pada skenario B akan ditingkatkan kapasitasnya hingga 58 juta testing sepanjang 2022. (305/cnn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.