Dobrak Tradisi dalam Perspektif  Jadi Pemimpin

Oleh: Felix Roby SIKom *)

MENJADI pemimpin tidak terlepas dari sosok beruban dan terkesan bijaksana. Selain itu kesan matang dan mapan, itulah yang melekat pada kaum tua. Modern dan ‘up to date’ menjadi ciri umum kaum muda. Dalam hal apapun kaum tua menjadi utama dan dipertamakan.

Banyak pemimpin mulai dari tingkatan paling bawah tersandung masalah karena tidak bisa mengikuti perkembangan zaman serta tata kelola pemerintahan terbaru yang serba cepat. Informasi dan Teknologi (IT) menjadi gambaran umum bagi kehadiran kaum muda.

Salahkah kaum muda jadi pemimpin? Sudut pandang kaum tua pasti mengiyakan. Kaum muda minim pengalaman dan miskin jam terbang. Sosok kaum muda identik dengan ‘lawo cai bao, tekur cai retuk’ (anak kemarin sore).

Kaum muda jadi pemimpin tentunya berorientasi pada perubahan. Hal pertama adalah perubahan sikap menjadi pemimpin. Kaum muda lebih terbuka terhadap kritikan karena tidak berpatokan pada rambut emas yang tumbuh di kepala yang katanya simbol kebijaksanaan. Hal berikut tentunya kaum muda lebih bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman yang sudah semakin maju dan serba online.

Melihat pencalonan orang tua menjadi pemimpin sudah jadi tradisi di Manggarai pada umumnya. Penulis merasa tergelitik untuk membangunkan kaum muda dari perspektif ‘menunggu tua’ untuk mencalonkan diri jadi pemimpin. Memanfaatkan peluang adalah hal yang harus diutamakan. Kaum muda mesti berani mendobrak tradisi yang terus akan menyegel daerah Manggarai Raya menuju perubahan.

Kaum muda yang miskin pengalaman harus terbuka terhadap masukan dan kritikan. Terbuka terhadap masukan menjadikan para pemimpin muda kaya akan pengalaman. Hal ini tentunya akan menepis anggapan kaum muda tak bisa memimpin. Ikut ketentuan dari pemimpin tingkatan atas juga menjadi pendukung mulusnya kepemimpinan kaum muda. Rancangan anggaran jangan dimanipulasi.

Bagi kaum muda yang sudah selesaikan pendidikan, mencoba mencalonkan diri jadi pemimpin adalah peluang yang harus dimanfaatkan. Apalagi mereka yang kuliah sambil kerja pada perusahaan atau aktif pada organisasi kemahasiswaan, pengalaman tersebut menjadi bekal sambil belajar lebih banyak dari masukan dan kritikan yang konstruktif. **

*) Penulis adalah wartawan patrolipost.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

1 Komentar