KPK Perpanjang Penahanan Gubernur Nonaktif Nurdin Abdullah

Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah. KPK memperpanjang masa penahanannya untuk 30 hari ke depan. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah dan Sekretaris Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulsel, Edy Rahmat. Perpanjangan penahanan ini dilakukan untuk 30 hari ke depan.

“Tim Penyidik KPK telah memperpanjang penahanan tersangka Nurdin Abdullah dan tersangka Edy Rahmat masing-masing selama 30 hari, berdasarkan penetapan pertama dari Ketua Pengadilan Negeri Makassar terhitung sejak tanggal 28 April 2021 sampai dengan 27 Mei 2021,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (26/4).

Ali menyampaikan, Nurdin setelah menyandang status tersangka menjalani penahanan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan Edy Rahmat menjalani penahanan di Rutan KPK Kavling C1.

Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, perpanjangan penahanan dilakukan karena tim penyidik masih mengumpulkan alat bukti. Sehingga masih akan memeriksa saksi-saksi lainnya.

“Perpanjangan ini masih diperlukan oleh Tim Penyidik untuk terus melakukan pengumpulan alat bukti, diantaranya dengan memanggil saksi-saksi guna melengkapi berkas perkara dimaksud,” pungkas Ali.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sekdis PUTR Pemprov Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.

KPK menduga Nurdin menerima suap dan gratifikasi total Rp 5,4 miliar. Adapun rincian suap dan gratifikasi itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Edy Rahmat dari Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.

Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain. Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.

Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (305/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.