Ribut Soal Vaksin Nusantara, Menkes: Debatnya di Jurnal Saja

Kontroversi yang terus meruncing terkait Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito vs Vaksin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, membuat Menkes angkat bicara. Menurutnya, sebaiknya debat vaksin di jurnal saja. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Kontroversi uji klinis vaksin nusantara diramaikan dengan aksi saling dukung. Kubu vaksin dendritik dr Terawan Agus Putranto dapat dukungan dari sejumlah anggota DPR, sedangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang tak kunjung memberikan izin, baru-baru ini dapat dukungan dari 100-an tokoh termasuk mantan Wakil Presiden Boediono.

Pendukung vaksin nusantara menunjukkan dukungannya baru-baru ini dengan berdatangan ke RSPAD Gatot Soebroto untuk mengambil sampel darah, yang nantinya akan diproses menjadi vaksin dendritik. Sampel yang memenuhi syarat akan dipakai sebagai data uji klinis fase II, yang oleh BPOM sebenarnya tidak diberi Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK).

Di kubu lain, sebanyak 105 tokoh menyatakan dukungan kepada BPOM sebagai badan resmi yang mengawal prosedur dan integritas ilmiah terkait riset obat. Termasuk di antaranya ada cendekiawan muslim KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Mantan Wakil Presiden Boediono.

“Biarkan BPOM bekerja tenang bersama tim pakarnya. Kami percaya pada integritas keilmuan dan independensi mereka,” tulis para pendukung BPOM dalam seruan terbuka yang disampaikan.

Di tengah adu argumen tentang vaksin nusantara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin selama ini terkesan lebih banyak diam. Bukan tanpa alasan, menurutnya riset vaksin adalah sesuatu yang sangat scientific dan sebaiknya diperdebatkan di tataran keilmuan melalui jurnal ilmiah.

“Sangat oke kok untuk berdebat di jurnal ilmiah, malah kadang-kadang tajam sekali,” kata Menkes Budi dalam diskusi daring, Minggu malam (18/4/2021).

Menkes Budi menegaskan, pada dasarnya pihaknya mendukung setiap riset pengembangan vaksin. Namun faktor keamanan dinilainya harus diutamakan, mengingat vaksin adalah produk yang disuntikkan pada orang sehat. Jangan sampai yang tadinya sehat malah jadi tidak sehat.

“Bener-bener harus dibikin berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah dan protokol kesehatan yang baku dan tepat. Itu tolong jangan di-cross, jangan di-shortcut, jangan di-cut corners,” pesannya.

Sementara para ilmuwan yang kompeten berdebat di jurnal, Menkes Budi memilih fokus ke hal-hal yang lebih ‘saving life’. Beberapa negara di dunia mengalami lonjakan kasus Covid-19, termasuk India yang ironisnya sempat dinyatakan hampir mencapai herd immunity.

Indonesia, menurut Menkes Budi, menghadapi risiko serupa. Selain karena cakupan vaksinasi sama-sama belum terlalu tinggi, keduanya sama-sama sudah memiliki varian B117 yang menjadi variant of concern dan diyakini lebih menular.

“Kita harus lebih banyak genome sequencing di Palembang, Kalimantan Selatan, Medan, dan Karawang. Karena di situ kita lihat sudah ada transmisi lokal (varian B117),” tegas Menkes Budi.

Karenanya, ia berpesan untuk tidak lengah dan mendorong agar vaksinasi pada kelompok rentan seperti lansia benar-benar diprioritaskan. Demikian juga menjelang lebaran, ia mengingatkan untuk selalu menjaga protokol kesehatan.

“Selama kita bisa jaga prokesnya terutama di hari-hari keagamaan tidak kumpul kumpul terlalu banyak, mudah-mudahan nggak kayak India,” kata Menkes Budi. (305/dtc)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.