Minta Jatah Rp3,2 Miliar, Wali Kota Ngaku Tak Paham Aturan, ”Ini Ketidaktahuan Saya”

Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna saat keluar dari gedung KPK dalam kasus suap Rp3,2 miliar. (ist)

BANDUNG | patrolipost.com – Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna membantah menerima suap dari pihak Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda. Dia mengaku hanya memenangkan tender proyek pembangunan penambahan gedung RSU Kasih Bunda untuk dirinya sendiri dan beberapa rekannya.

Ajay mengatakan, kasus RSU Kasih Bunda bukan bermasalah dalam proses perizinan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurutnya, pengurusan IMB sudah selesai seluruhnya.

“Ini semata-mata ketidaktahuan saya. Saya pikir tidak masuk pasal apa-apa karena proyek swasta. Saya dulunya kan di swasta, wiraswata. Jadi ini proyek swasta, jadi tidak mungkin di Cimahi ada suap perizinan sampai Rp 3,2 miliar. Itu adalah sisa tagihan,” kata Ajay di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11).

Ajay mengaku uang Rp 3,2 miliar adalah sisa tagihan yang harus dibayar pihak rumah sakit untuk dirinya dan rekannya yang membangun proyek tersebut. Dia mengaku tidak tahu terhadap aturan yang melarang Wali Kota terlibat dalam penggarapan proyek swasta.

“Kurang lebihnya mungkin seperti itu. Ketidak tahuan saya. Betul (kurang baca aturan),” tegasnya.

Atas dasar itu, dia membantah jika pertemuan pada April 2020 dengan pihak RSU Kasih Bunda untuk membahas pembagian fee dari proyek penambahan gedung. “Enggak ada perjanjian fee kita, nggak ada. Yang ada adalah kami membagi hasil iya. Tapi bukan fee dengan yang punya rumah sakit,” pungkas Ajay.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna sebagai tersangka. Dia ditetapkan tersangka bersama Komisaris Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi, Hutama Yonathan.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara. Ajay diduga menerima suap dalam perkara perizinan pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda. Sedangkan Yonathan diduga sebagai pemberi suap.

“Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait perizinan di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11).

Dalam perkara ini, Ajay dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Yonathan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (305/jpc)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.