Penanganan Limbah B3, Rumah Sakit Buleleng  Ikuti Akselerasi Nasional

Kepala Humas Rumah Sakit Shanti Graha Seririt Sri Wahyuni. (cha)

SINGARAJA | patrolipost.com – Limbah medis B3 akhir-akhir ini menjadi trending topic, diduga penyebabnya tata kelola limbah tergolong infeksius dilakukan belum maksimal. Bahkan cenderung ditemukan dugaan penyimpangan dari aturan seperti yang digariskan pemerintah.

Terlebih di masa pandemic Covid-19 ini, pengelolaan limbah medis tersebut menjadi penting diperhatikan untuk menghindari penyebaran virus Corona akibat salah kelola limbah infeksius.

Karena itu pemerintah melalui Polri telah melakukan gerakan bersama yang disebut Akselerasi Nasional Penanganan Limbah Medis. Hasilnya, gayung bersambut. Kendati ada beberapa yang masih mengabaikan aturan, sejumlah rumah sakit besar di Buleleng, seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buleleng maupun Rumah Sakit Shanti Graha – Seririt, sudah lama mengantisipasi  pencemaran limbah medis yang tergolong Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Menurut keterangan Dirut RSUD Buleleng dr Putu Arya Nugraha, pihaknya sejak dulu sudah melakukan antisipasi terhadap sisa pembuangan atau limbah medis, khususnya limbah B3 yang bersifat infeksius.

”Sesuai dengan Undang undang dari Lingkungan Hidup kita tidak boleh mengelola sendiri. Apalagi pengelolaan limbah medis yang berhahaya perlakukannya sangat khusus,” ucap dr Putu Arya Nugraha belum lama ini.

Dalam pengelolaan limbah medis khususnya limbah yang berisfat infeksius, pihak RSUD Buleleng telah bekerjasama dengan dua rekanan yaitu khusus pengangkut atau transporter dan khusus  rekanan sebagai pengolah sampah medis di Mojokerto-Jawa Timur.

”Limbah medis tergolong limbah berbahaya ini alurnya sudah diatur  oleh aturan yang sangat ketat. RSUD Buleleng sudah melakukan kerjasama dengan dua perushaan yang bersertifikat, yaitu transporter atau pengangkut dan dengan pihak pengolahan. Jadi teknisnya kami sebagai penghasil limbah kemudian diangkut oleh transporter kemudian dibawa ke Jawa Timur untuk dimusnahkan atau diproses sesuai ketentuan yang sudah ada,” imbuhnya.

Dia menyebut, RSUD Buleleng tidak memiliki sertifikat atau izin pengolahan limbah medis secara mandiri. Solusinya, kata dr Arya, dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga dengan ketentuan yang cukup ketat dan kepastian limbah tersebut dikelola dengan cara yang benar. Untuk pengelolaan limbah medis itu, RSUD Buleleng bekerja sama dengan PT Putra Restu Ibu Abadi (PT PRIA) di Mojokerto-Jawa Timur.

Mengenai pemantauan atau pengawasan pihak Rumah Sakit atau penghasil limbah terhadap pihak ketiga, Arya menjelaskan, sesuai dengan protap yang ada, mulai dari produksi limbah medis dihasilkan kemudian diangkut dan diolah semuanya ditelusuri.

”Pengawasannya jelas sesuai dengan MoU yang kita sepakati. Mulai dari mekanisme pengambilan penggambilan – hingga ke pengolah. Di sini tidak hanya tentang limbah medis, tetapi dalam MoU pihak ketiga memberikan pelatihan, atau edukasi terhadap pihak rumah sakit khusus menangani limbah rumah sakit. Apakah limbah yang dihasilkan rumah sakit bisa didaur ulang, dimusnahkan dan lain lain,” tambahnya.

Hal senada juga ditegaskan oleh KaHumas rumah sakit Shanti Graha – Seririt, Sri Wahyuni. Sebelum memastikan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga pengolah limbah bersifat infeksius, pihaknya melakukan survey dan study banding terhadap perusahaan pengolahan limbah medis.

”Sebelum melakukan kerjasama kami melakukan survey atau study banding terhadap perusahaan pengolahan limbah yang ada di Mojokerto – Jawa Timur. Karena jaraknya relatif dekat paling tidak untuk mempermudah pemantauan, akhirnya kami bekerjasama dengan  PT Pria Mojokerto,” ujarnya.

Menurutnya, selaku perusahaan penghasil limbah medis, ia sangat behati-hati dalam melakukan tata kelola limbah medis agar tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Baik dari sisi ketepatan pengelolaan maupun aspek hukum yang ditimbulkan. Karena itu, sangat penting dilakukan studi banding untuk memastikan pengelolaan limbah aman dan sesuai prosedur.

“Sebelum memutuskan melakukan MoU dengan pihak ketiga (PT Pria) kami langsung ke lokasi pengolahan limbah di Mojokerto dan melihat langsung bagaimana limbah medis dikelola. Termasuk perhatian sejak limbah medis masih dirumah sakit, dari pihak perusahaan menyediakan peralatan untuk menampung limbah medis dalam bentuk cair maupun padat,” katanya.

Yang terpenting dari tata kelola limbah ini, kata Sri Wahyuni, setiap 6 bulan dilakukan report ke Dinas Lingkungan Hidup  yang berisi data dan bukti pengambilan sampah medis hingga diberikan sertifikat hasil pemusnahannya.

”Semua sudah memenuhi standard, sudah melakukan study banding dan best practicenya juga sangat  bagus di Mojokerto. Jadi ini pertimbangannya selain jarak dan mempermudah pemantauan,” tandas Sri Wahyuni. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.