Nengah Sutera Kembali Pimpin Desa Adat Tohpati

Bendesa Madya MDA Klungkung Dewa Made Tirta (tengah)

 

KLUNGKUNG | patrolipost.com – Setelah melalui proses panjang, “ngadegang” bendesa lan prajuru Desa Adat Tohpati Banjarangkan Klungkung akhirnya mencapai puncaknya. I Negah Sutera, bendesa terdahulu, kembali dipercaya untuk memimpin Desa Adat Tohpati hingga tahun 2025 mendatang.

Proses pengukuhan dan Pejaya-jayaan pun telah dilaksanakan di Pura Baleagung, Desa Adat Tohpati, Kamis (19/11/2020) lalu. Pengukuhan dilakukan oleh Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Klungkung, mewakili Bendesa Agung MDA Provinsi Bali.

Ditemui setelahnya, Bendesa Madya MDA Klungkung Dewa Made Tirta menjelaskan, terlaksananya pengukuhan tersebut berarti segala tahapan sudah terlalui. Tentunya dengan penerapan musyawarah mufakat dalam gelaran Paruman.

“Siapa yang akhirnya menjadi Bendesa, maka Bendesa ini memiliki hak otonom untuk menunjuk krama sebagai Prajuru Pangrampih. Baik itu sebagai Petajuh, Petengeh, ataupun Penyarikan, sesuai Awig-awig,” bebernya.

Setelah semuanya terlalui tanpa hambatan, sambung dia, maka itu diberitaacarakan sebagai salah satu syarat permohonan Surat Keputusan (SK) Pengukuhan ke MDA Provinsi Bali. Permohonan itu dilengkapi pula dengan rekomendasi dari MDA Kecamatan Banjarangkan dan Kabupaten Klungkung.

“Untuk di Desa Tohpati ini, SK pengukuhannya bernomor 126/SK/MDA-PBali/XI/2020 tentang Penetapan dan Pengukuhan Prajuru Desa Adat Tohpati, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung Masa Bakti Tahun 2020-2025,” ucapnya sembari mengatakan bahwa proses pengukuhan tersebut sudah berjalan lancar tanpa hambatan.

Dicirikan pengukuhan dan Pejaya-jayaan, maka seorang bendesa beserta para prajuru lainnya, sudah bisa mulai melaksanakan tugasnya.

“Setiap perubahan, pasti ada pro kontra. Dahulu pemilihan memang dilakukan secara voting ataupun pencoblosan secara tertutup. Tapi berdasarkan surat edaran yang keluar di bulan November 2019 lalu, maka ngadegang bendesa dan prajuru dilaksanakan melalui musyawarah mufakat dalam paruman. Dalam proses itu, perbedaan pendapat tentu sangat wajar terjadi, dan itu memang harus ada. Karena itu merupakan bagian dari pendewasaan dan peningkatan pemahaman,” sebutnya seraya mengingatkan agar setelah dikukuhkannya bendesa dan prajuru, agar ke depannya segenap masyarakat bisa bekerja sama dan sama-sama bekerja, tiada lain demi kebaikan desa adat sendiri.

Lebih jauh, Dewa Made Tirta juga tidak memungkiri bahwa perdebatan memang terjadi hampir di setiap desa adat yang melaksanakan proses “ngadegang” bendesa dan prajuru. Namun ditegaskannya kembali, itu merupakan bagian dari demokrasi yang memang harus dilalui. “Memang sampai detik ini masih ada dua desa adat yang prosesnya sedikit terhambat. Karena masyarakat di sana masih cenderung menginginkan proses ngadegang melalui mekanisme terdahulu. Tapi karena sudah ada surat edaran, maka mau tidak mau harus melaksanakan proses sebagaimana diarahkan dalam surat edaran tersebut,” pungkasnya. (*/wie)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.