Membangun Sektor Pertanian Berkelanjutan di Tengah Pandemi Covid-19

Pelatihan Petani Milenial di DPD Golkar Bali.

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Dalam jangka panjang, strategi untuk sektor pertanian perlu diimplementasikan dengan tetap menawarkan solusi sesuai tantangan yang ada serta keterpurukan pariwisata yang selama ini dianggap sebagai “back bone” perekonomian Bali di tengah pandemi Covid-19.

Dari diskusi yang digelar DPD Partai Golkar Provinsi Bali yang bertajuk “Pelatihan Petani Milenial” Senin (16/11/2020) di Denpasa, dengan menghadirkan tujuh orang petani milenial mengisyaratkan beberapa aspek yang menjadi perhatian bersama antara lain dari aspek teknologi, terdapat tantangan, dimana pertanian Bali masih tergolong tradisional. Belum terdapat integrasi teknologi untuk meningkatkan produksi (ramalan cuaca, informasi mengenai penyakit dan hama, dsb). Petani belum terintegarsi dengan rantai diatribusi secara keseluruhan, sehingga belum mendapatkan informasi pasar real time. Bantuan dan subsidi belum online, sehingga bantuan sering datang terlambat/ lewat musim tanam. Solusi yang bisa ditawarkan melalui kerja sama antara pemerintah, inovator, dan petani. Diperlukan data petani, luas lahan, dan hasil yang valid dan detail (pemerintah). Membangun one-stop application yang ramah untuk digunakan oleh petani dan pemerintah, yang dapat memberikan informasi terkini mengenai kondisi pasar, harga, cuaca, bantuan dan subsidi, dsb (inovator). Beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan berani untuk meninggalkan zona nyaman yang sudah terbentuk (petani).

Acara yang digelar di DPD Partai Golkar yang dipandu oleh DR DRH Komang Suarsana, MMA., juga menyoroti aspek Sumber Daya Manusia (SDM), yang menjadi tantangan, petani masih menggunakan metode tradisional/turun-temurun dalam bercocok tanam. Petani tidak terpapar dan enggan mencoba metode pertanian terkini. Petani belum memiliki awareness untuk mencoba menggunakan bibit/pupuk nontradisional, terutama dikarenakan oleh faktor biaya. Solusi yang bisa diajukan adalah melibatkan mahasiswa agribisnis/pertanian untuk mendorong leadership/entrepreneurship petani. Mendorong mahasiswa sagribisnis/pertanian untuk melakukan magang/praktik secara langsung di pertanian. Mengindentifikasi komoditas yang dapat dikembangkan dengan teknologi. Memberikan insentif bagi mahasiswa untuk masuk ke dalam sektor pertanian. Memberikan penyuluhan dan pendampingan pada petani, khususnya dalam menggunakan teknologi terkini.

Dari aspek Informasi, terdapat tantangan, dimana petani belum mendapatkan info mengenai pasarsecara sempurna. Petani belum memiliki informasi lengkap mengenai jenis pasar yang bisa dimasuki, terutama pasar premium dan pasar dengan jalur distribusi yang lebih pendek. Solusinya adalah dengan membangun platform marketplace agribisnis untuk menghubungkan sektor hulu hingga hilir. Memberikan insentif untuk start-up yang dapat membangun platform marketplace khusus untuk produk pertanian (pemerintah dan inovator). Memberikan edukasi kepada petani agar mengurangi peran tengkulak/sistem ijon, sehingga dapat memilih pasar terbaik yang pada akhirnya memberikan profit optimum (pemerintah).

Dari aspek Organisasi dan Funding, terdapat tantangan dimana organisasi pertanian masih belum kuat dan terkoneksi. Saat ini, belum terdapat koneksi yang kuat antara asosiasi petani, lembaga pemerintah daerah, lembaga pemerintah pusat, dan perbankan. Akibatnya belum tersedia kredit yang sesuai dengan nature pertanian, baik dari segi nature keuangan maupun dari sisi risiko. Solusinya adalah bekerja sama antar lembaga, baik pemerintah, petani, maupun perbankan. Selayaknya TPI, sebaiknya didirikan satu wadah khusus yang mempertemukan seluruh pihak terkait pertanian. Lantaran itulah diperlukan skema perbankan khusus untuk pertanian, dengan mempertimbangkan high risk yang melekat dengan sektor pertanian.

Pelatihan Petani Milenial yang digelar secara online ataupun offline ini paling tidak mampu menepis isu dan wacana yang selalu membenturkan pertanian dengan pariwisata. Dimana wacana selalu muncul, pariwisata menghancurkan pertanian, perlambatan pembangunan pertanian terjadi karena kita terlalu fokus pada pariwisata, pariwisata tidak memberi manfaat kepada petani dan masyarakat Bali, dan sejumlah wacana lainnya.

Padahal fakta empiris menyebutkan, di tengah situasi pandemi Covid-19, ketika masyarakat terdampak akibat terpuruknya pariwisata, dibutuhkan strategi untuk merekonsiliasikan dua sektor yakni pertanian dan pariwisata. Keduanya tidak perlu lagi didikotomikan. Artinya, bagaimana dengan berbasis teknologi pasca pandemi Covid-19, pertanian dan pariwisata bisa seiring sejalan dalam menggerakkan perekonomian Bali. (wie)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.