BI: Sinergitas dan Kolaborasi Kunci Wujudkan Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19

Dialog virtual “Tourism Industry Post Covid-19: Survival dan Revival Strategy”, Jumat (16/10/2020) yang digelar KPw BI Bali.

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Selama masa pandemi Covid-19, mesti diakui pariwisata sektor yang paling terdampak. Namun demikian masih ada sisi-sisi terbaik inovasi dan kreatifitas untuk kembali membangkitkan sektor pariwisata, khususnya Bali dengan tetap menerapkan adaptasi protokol kesehatan sebagai syarat mutlak menghidupkan kembali simpul-simpul perekonomian Bali.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Rosmaya Hadi dalam dialog virtual “Tourism Industry Post Covid-19: Survival dan Revival Strategy”, Jumat (16/10/2020) lalu, yang digelar Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, menyampaikan dua hal bagaimana strategi menjaga stabilitas makro ekonomi, dan sistem keuangan yang diyakini akan menumbuhkan optimisme dan pemulihan ekonomi yang lebih kuat.

“Strategi ini diambil agar ekonomi kita bisa bertahan,” ucapnya.

Kunci dari mewujudkan strategi tersebut yaitu sinergitas dan kolaborasi, disamping mendorong UMKM, tetap kreatif, inovatif sebagaimana yang dilakukan di Bali.

“Bank Indonesia selalu ada disana (red, Bali) yang tentunya bersinergi dan bekolaborasi denga institusi lainnya,” tandasnya.

Di era new normal tentu akan timbul pertanyaan, apa yang diketahui dan menjadi perhatian ke depan? Yang diketahui adalah kasus Covid-19 di sejumlah daerah dan negara terus meningkat, akan tetapi dibarengi dengan adanya penurunan kasus.

“Berangkat dari sini para pelaku pariwisata harus faham, pasar mana yang akan dibidik, tentunya dengan kesiapan protokol kesehatan,” ujar Maya mewanti-wanti.

Lantas dijelaskan, yang bakal jadi perhatian ke depan adalah, mewaspadai adanya gelombang kedua pandemi, namun ia meyakini melalui program Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan)atau CHSE sektor pariwisata Bali bisa tumbuh kembali.

“Mendorong pulihnya pariwisata Bali, Bank Indonesia juga menyediakan sekretariat bersama,” ucapnya seraya menambahkan, semua itu kontribusi Bank Indonesia bagi negeri.

Sedangkan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Herliani Tanoesoedibjo, yang hadir sebagai salah satu narasumber mengatakan, satu-satunya cara untuk memulihkan ekonomi pariwisata adalah dengan beroperasi kembali.

Lesunya sektor pariwisata akibat pandemi covid-19 menyebabkan wilayah seperti Bali harus kehilangan pendapatan rata-rata Rp 9 triliun per bulan.

“Sektor Pariwisata sangat mengandalkan pergerakan manusia, sementara saat ini pembatasan perjalanan masih dilakukan negara lain,” kata Angela

Untuk ketahanan pengusaha pariwisata, kata Angela, Pemerintah Pusat melalui Menkeu menyetujui usulan Hibah Pariwisata terdampak COVID-19 untuk Kabupaten/Kota se-Bali.

Daerah yang mendapatkan hibah, merupakan daerah tujuan pariwisata yang mengalami gangguan keuangan dan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak hotel dan restoran.

Total hibah pariwisata sebesar Rp 3,3 triliun. Di wilayah Bali, 9 Daerah Kabupaten/Kota memperoleh Rp 1,183 triliun atau sekitar 36,4 persen. Hibah Pariwisata tersebut dialokasikan untuk pelaku usaha pariwisata sebesar 70 persen dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 30 persen.

Sedangkan dalam talks show tersebut, Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menjelaskan strategi Bali bertahan di tengah pandemi. Selama hampir 8 bulan, kata Cok Ace, pariwisata Bali mengalami penurunan.

“Bali kehilangan devisa rata-rata 9 triliun per bulan,” kata Cok Ace.

Mempercepat kondisi mati suri pariwisata, Pemprov Bali mengambil kebijakan membuka pariwisata untuk warga lokal sebagai awalan. Kemudian diikuti oleh wisatawan nusantara pada 31 Juli 2020.

“Masyarakat lokal Bali juga wisatawan. Setelah wisdom dibuka, saat ini sudah ada 2.500 penerbangan ke Bali, 40 persennya adalah wisatawan yang akan tinggal di Bali,” kata Cok Ace.

Sementara itu Kepala Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mencermati Bali sebagai salah satu destinasi wisata dunia yang perlu dijaga.

Bank Indonesia bersama Perbankan di Bali berupaya menjaga kepercayaan dunia melalui penerapan pembayaran non sentuh. Kebijakan itu dituangkan melalui program QRIS sebagai alat transaksi non tunai.

“Saat ini sudah ada 138 ribu pengguna QRIS di Bali. Survive memang diperlukan dalam kondisi pandemi, apalagi 54 persen ekonomi Bali mengandalkan pariwisata,” ungka Trisno Nugroho.

Dalam tatanan kehidupan era baru, digitalisasi merupakan suatu keniscayaan dan wajib diimplementasikan di semua bidang kehidupan termasuk Sektor Pariwisata yang saat ini menjadi tulang punggung perekonomian Bali.

Lantas dijabarkan Trisno Nugroho, dalam mendukung digitalisasi, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Bank Indonesia menjadi salah satu solusi alat pembayaran digital yang cepat, mudah, murah, dan aman serta dapat diaplikasikan di semua sektor dengan skala usaha mikro hingga besar. Selain itu, QRIS sebagai instrumen pembayaran juga menjadi solusi untuk membangkitkan sektor pariwisata dalam tatanan kehidupan era baru karena mendukung faktor clean, health, safety dan environment yang meminimalkan kontak fisik dalam bertransaksi. (wie)

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.