Walah! Hukuman Koruptor Kembali Disunat

Indonesia Corruption Watch (ICW) saat melakukan aksi teatrikal di depan gedung Mahkamah Agung, belum lama ini. Mereka mengecam dunia peradilan kembali tidak berpihak pada pemberantasan korupsi. (ist/kmc)

JAKARTA | patrolipost.com – Pengawasan terhadap Mahkamah Agung perlu ditingkatkan, menyusul banyaknya hukuman terpidana kasus korupsi yang disunat hakim agung di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Hukuman yang dipotong dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MA atas upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

“Jika terus menerus seperti ini, maka publik tidak lagi akan percaya pada institusi kekuasaan kehakiman,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Kurnia Ramadhana seperti dilansir Jumat (9/10/2020). Menurut dia, korupsi perlu dipandang sebagai kejahatan luar biasa oleh para hakim. Sehingga, dalam menjatuhkan putusannya, hakim mengenakan pemberatan hukuman terhadap para koruptor.

ICW pun mendorong agar Komisi Yudisial turut mengambil tanggung jawab untuk memastikan bahwa tidak ada dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi pada saat berlangsungnya sidang di MA. Sebelumnya, MA diketahui mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Hidayat Abdul Rahman, mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian pada 28 September 2020.

Dalam putusannya, MA membatalkan putusan MA Nomor 1255 K/Pid.Sus/2016 tanggal 23 Agustus 2016. Hukuman Hidayat diketahui dikurangi dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. Hidayat adalah terpidana kasus korupsi bantuan langsung benih unggul (BLBU) paket I tahun 2012 dengan nilai kontrak mencapai Rp 209 miliar.

“Putusan tersebut tidak bulat, sehingga diputus dengan suara terbanyak karena Ketua majelis PK Suhadi menyatakan DO (dissenting opinion),” kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim PK menilai terjadi perbedaan hukuman yang mencolok dengan terpidana yang lain dalam perkara yang berkasnya terpisah. Untuk menghindari disparitas pemindanaan dan mengusik rasa keadilan, maka pidana yang dijatuhkan kepada Hidayat perlu diperbaiki atau dikurangi. Selain mengubah pidana badan, majelis kasasi juga mengurangi denda yang harus dibayarkan terpidana yaitu dari 500 juta subsider 8 bulan kurungan menjadi Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis PK membatalkan vonis yang dijatuhkan majelis kasasi yang mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Sebelumnya, Suhadi diketahui menjadi ketua majelis PK dalam perkara korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dengan terpidana Irman dan Sugiharto. Hukuman kedua pejabat di Kementerian Dalam Negeri tersebut juga dikurangi. Saat dikonfirmasi, Suhadi enggan menjelaskan alasan banyaknya PK yang dikabulkan oleh MA. Ia mengatakan, hampir semua majelis tindak pidana korupsi pernah mengurangi pidana. (305/kmc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.