Bantuan untuk Pesantren Dipotong Sampai 75 Persen, Ngaku Partai Pengusung

Sejumlah pengurus pesantren mengeluhkan soal bantuan yang dipotong sampai 70 Persen. Sejauh ini Kemenag mengaku tak tahu.(ilustrasi/net)

BANDUNG | patrolipost.com – Sejumlah pengurus pesantren dan madrasah diniyah (Madin) di Kabupaten Garut menyesalkan adanya pemotongan dana bantuan yang mereka dapatkan dari Kementerian Agama (Kemenag).

Apalagi besarnya pemotongan yang dilakukan nilainya terbilang sangat besar. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah pengurus pesantren dan Madin, dana bantuan yang dipotong nilainya berkisar antara 15 hingga 75 persen.

Ini dianggap sangat keterlaluan karena akibatnya, bantuan yang diterima pesantren dan Madin nilainya sangat sedikit.

“Pesantren kami mengajukan bantuan sebesar Rp40 juta. Namun yang kami terima hanya sebagian karena yang 20 persennya dipotong,” ujar Aziz (30), pengurus salah satu pesantren di Garut, kemarin.

Dikatakannya, bantuan yang diterima pesantrennya adalah BOP (Bantuan Operasional Pesantren) daring sebesar dan untuk pondok pesantren kecil Rp25 juta. Namun setelah bantuan itu cair, langsung dipotong oleh seseorang yang mengaku sebagai pengusung.

Menurut Aziz, pemotongan bantuan untuk pesantrennya itu sebenarnya masih terbilang kecil dibandingkan pemotongan yang terjadi kepada pesantren lainnya. Ia telah mendapatkan informasi jika ada pesantren yang bantuannya dipotong sampai 70 persen dan ini tentu sangat disesalkan.

Diungkapkan Aziz, ada beberapa macam bantuan yang didapatkan Garut dari Kemenag, di antaranya BOP daring, madrasah diniyah, taman pendidikan Al-quran, serta pesantren kecil dan sedang. Besaran bantuan yang diterimanya pun bervariasi mulai dari Rp10 juta, Rp15 juta, Rp25 juta, sampai Rp40 juta.

“Kalau pemotongan bantuan untuk pesantren kami ini, uangnya diberikan kepada lembaga yang membawahi sejumlah pesantren. Namun selain untuk, ada juga potongan yang diberikan kepada partai pengusung bantuan tersebut,” katanya.

Ungkapan senada dilontarkan pengurus pesantren lainnya, Yasin (30). Hanya saja diakui Yasin, potongan bantuan yang diterima pesantrennya lebih besar yakni mencapai 50 persen dari total bantuan senilai Rp 10 juta.

Yasin mengungkapkan jika pencairan BOP yang diterima pesantrennya dilakukan oleh pihak pesantren melalui kepala dan bendahara pesantren ke bank yang ditunjuk. Namun setelah dicairkan, bantuan tersebut setengahnya langsung diberikan kepada seseorang yang mengaku koordinator dari salah satu partai politik dengan alasan bantuan itu mereka yang mengusungnya.

“Begitu cair, setengah dari bantuan yang kami terima harus diberikan kepada orang yang mengaku koordinator salah satu partai yang mengaku-ngaku sebagai pengusung. Padahal setahu saya, prosesnya tak seperti itu,” ucap Yasin.

Ia menjelaskan, pada awalnya pihak pesantren tak akan memberikan uang bantuan tersebut akan tetapi orang itu mengancam tidak akan lagi membantu mengusung sehingga persantren kami tak akan lagi mendapatkan bantuan. Karena awam, pihak pengurus pesantren pun pada akhirnya memilih untuk memberikan setengahnya dari uang bantuan yang telah diterima, sesuai permintaan orang tersebut.

Diakui Yasin, dirinya pun mendapatkan informasi jika pesantren lain dan Madin yang mendapatkan bantuan di Garut juga diharuskan menyetorkan sebagian bantuan yang diterimanya kepada orang yang sama.

Bahkan tutur Yasin, ada salah satu pesantren yang sebelumnya tak mengajukan bantuan tapi bisa mendapatkan bantuan dan bantuannya itu dicairkan oleh orang lain. Selain itu, ada juga pengurus pesantren yang datang ke bank dengan membawa SK untuk mencairkan akan tetapi bantuannya sudah ada yang mengambil.

“Pesantren yang kami kelola juga mendapatkan bantuan senilai Rp 25 juta akan tetapi yang kami terima hanya 12,5 juta karena yang setengahnya dipotong oleh orang yang mengaku mengusungnya. Padahal sebelumnya, kami tak tahu akan mendapatkan bantuan dan tak pernah mengajukannya,” kata pengurus pesantren anak yatim, Kosim (42).

Menanggapi hal itu, Kasi Pondok Pesantren Kemenag Garut, Enang, mengaku tidak tahu menahu . Bantuan tersebut disebutkannya sama sekali tak melalui Kemenag Garut baik awal pengajuannya maupun saat pencairannya.

“Bantuan yang dimaksud tak melalui kami. Itu pengajuannya langsung oleh pihak pesantren ke Kemenag pusat secara online,” kata Enang.

Hanya saja dari informasi yang didapatkannya, tambah Enang, bantuan tersebut “dimainkan” oleh pihak-pihak tertentu. Ketika program tersebut turun, pihak tertentu memanfaatkannya dengan mengaku sebagai pengusung bantuan demi keuntungan pribadi.

“Bahkan saya sempat mendengar informasi, ada bantuan yang turun di salah satu pesantren, tiba-tiba ada orang yang mengaku telah mengusungnya dan meminta jatah. Lucunya lagi, orang yang mengaku telah mengusung itu sampai ada tiga orang,” ujarnya.

Enang mengimbau, jika dari pihak pesantren merasa dirugikan dengan ulah oknum-oknum tak bertanggung jawab seperti itu, maka sebaiknya segera laporkan ke pihak terkait. (305/prc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.