Penghapusan Mata Pelajaran Sejarah, DPR: Kami Tak Pernah Diajak Bicara

Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Abdul Fikri Faqih. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Abdul Fikri Faqih menyesalkan kisruh di dunia pendidikan akibat isu akan dihapusnya mata pelajaran (mapel) sejarah di kurikulum baru yang kabarnya bakal diterapkan mulai 2021. Pasalnya, isu itu belum pernah dibicarakan dengan DPR.

“Kami di Komisi X belum pernah diajak membahas kurikulum baru, tiba-tiba muncul isu penghapusan mapel sejarah, ada apa?” kata Fikri dalam keterangan tertulis, Minggu (20/9/2020).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, jangan sampai ada kesan penyusunan kurikulum baru tersebut dilakukan secara diam-diam.

“Jangan menunggu ada kehebohan dulu, baru kita terbuka, semua mekanisme pembuatan kebijakan harus dipenuhi, tidak hanya pendekatan atas-bawah (top-down), namun juga mekanisme politik, teknokratif, partisipasif, dan pendekatan bawah-atas (bottom-up),” ujarnya.

Dia juga meminta Mendikbud Nadiem Makariem agar memastikan sudah melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan.

“Sehingga kebijakan yang lahir dapat tampil sebagai konsep yang sudah solid,” tandasnya.

Dia berpendapat, hal tersebut dapat dimulai dengan mengomunikasikannya kepada Komisi X DPR. “Mas Menteri harusnya sampaikan dan paparkan secara gamblang di DPR, baru di-launching,” tegasnya.

Fikri mengakui, pihaknya mendapatkan kehebohan tersebut dari media dan menduga penyusunan kurikulum ini sebagai bagian dari kurikulum adaptif menghadapi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari lebih dari 1 semester.

“Kalau toh ada kurikulum penyesuaian karena pandemi, maka jangan mengulang seperti isu mapel Agama yang hilang dan bikin gaduh,” katanya.

Sebelumnya beredar luas draf berkop Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang berjudul “sosialisasi penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional” bertanggal 25 Agustus 2020. Dalam draf tersebut ada perubahan jumlah mapel kelas 10 (SMA) dari 15 mapel (sesuai kurikulum K-13) disederhanakan menjadi 11 mapel.

Di antara yang diganti atau disederhanakan antara lain: (1) mapel Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti diganti menjadi salah satu agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME’; (2) mapel Sejarah Indonesia; Seni Budaya; Prakarya dan Kewirausahaan; Ekonomi; serta Bahasa dan Sastra Mandarin semua dihilangkan dan pada kurikulum yang disederhanakan menjadi mapel IPS; Seni & Prakarya; dan Program Pengembangan Karakter.

(3) begitupula pada mapel Fisika; Biologi; dan Kimia disederhanakan menjadi mapel IPA. “Kalau begini, bisa-bisa yang protes bukan hanya guru sejarah, tapi juga guru-guru mapel lainnya,” ujar Fikri.

Sebelumnya, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) membuat petisi di laman change.org dengan judul “kembalikan posisi mata pelajaran sejarah sebagai mapel wajib bagi seluruh anak bangsa”. Hingga hari ini, petisi itu telah ditandatangani oleh lebih dari 20 ribu orang.

Terkait isu penghilangan mapel sejarah sebagai mapel wajib di kurikulum SMA, Fikri tegas menolak ide tersebut. “Sejarah adalah bagian tak terpisahkan dalam membentuk pribadi bangsa dengan semangat untuk selalu belajar, memperbaiki diri atas kesalahan di masa lalu, dan meningkatkan kualitas intelektual dan karakternya melalui telaah sejarah bangsa ini,” kata Fikri.

“Dengan belajar sejarah bangsa, kita belajar semangat patriotisme untuk menghadapi masalah dan tekanan dari para penjajah, melalui tampilnya pahlawan yang tercatat dalam sejarah,” tandasnya.
(305/snc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.