Hapus Stigma Miring ODHIV/PSP Melalui Pemberdayaan

Kegiatan diakusi yang digelar OPSI Bali. 

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Upaya menjalin kerjasama yang kuat antara media dengan komunitas dalam menangani permasalahan ‘Stigma dan Diskriminasi pemberitaan’ terhadap komunitas serta mengumpulkan dukungan terhadap program Penanggulangan AIDS, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Bali menggelar diskusi bersama Media Online/Cetak dengan komunitas populasi kunci. bertempat di Warung Mina, Jln Tukad Gangga No.1 Renon Denpasar, Minggu (13/9/2020) lalu.

Menurut Ketua OPSI Bali, Puspa Reni, tujuan kegiatan tersebut antara lain membahas tentang dampak stigma dan diskriminasi pemberitaan terhadap komunitas populasi kunci yang akan dilakukan oleh Focal Point , di 6 distrik (Lampung, Semarang, Surakarta, Denpasar, Sorong dan Jayapura ) dengan melibatkan media-media lokal.

Sebanyak 25 orang peserta terdiri dari 10 Media Cetak. Elektronik maupun Online hadir, diikuti pula oleh beberapa LSM diantaranya Yayasan Kesehatan (YAKEBA) Bali, ACS, Paralegal, Yayasan Kerti Praja (YKP), Fokal Point, OPSI Bali yang dihadiri Komang Sumartini, Yayasan Gaya Dewata (YGD), BPC, Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Bali, IDU dan dipandu oleh Dewa Suyetna dari YKP. Acara diskusi berlangsung dari Pukul 10.00 Wita-13.00 Wita.

Dalam diskusi tersebut, banyak hal yang dibahas, diantaranya penggunaan istilah WPS (Wanita Pekerja Seks). Ketua OPSI Bali Puspa Reni menceritakan, pada awalnya istilah WPS sering digunakan dengan kalimat PSK atau Pekerja Seks Komersial. Istilah tersebut menurut peserta diskusi harus diubah menjadi Pekerja Seks Perempuan atau Pekerja Seks Laki-laki.

Selain itu pula, Koordinator SSR Yayasan Gaya Dewata Bali, I Putu Biakta, SE menambahkan, selama ini ada beberapa istilah yang kurang disampaikan ke media. Diantaranya adalah kata “Bencong”. Padahal itu sangat menyakitkan dan mendiskriminasi para Transgender.

Putu Biakta memberikan contoh, ketika para transgender melakukan kejahatan di beberapa wilayah Bali, misalnya mencopet di Kuta dan dihakimi massa atau yang lainnya. Sontak teman media membuat judul ‘Bencong di Kuta dihakimi massa karena mencopet’.

“Ini adalah salah satu hal yang harus disikapi bersama. Di satu sisi organisasi transgender di Bali harus melakukan langkah agar anggotanya tidak mencoreng nama Bali. Di sisi lain, pemberitaan media juga harus tetap tidak mendiskriminasi,” ungkapnya.

Rofiqi Hasan dari Kumparan.com mengungkapkan, stigma dan diskriminasi diberikan masyarakat karena ada keyakinan mereka bahwa yang distigma tersebut adalah orang yang melanggar norma. Peran Media dan Komunitas adalah bagaimana caranya membongkar keyakinan masyarakat. Dan menguatkan kembali rasa humanitynya. Dimana mereka itu juga manusia (human).

Sementara itu, Sekretaris Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali, Arief Wibisono menegaskan banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghapus stigma yang ada di masyarakat. Diantaranya ungkap Arief adalah agar OPSI memberdayakan komunitas agar mereka berdaya. Seperti menyiapkan pelatihan serta lapangan pekerjaan bagi ODHIV semuanya. Selain itu juga terus berkomunikasi dengan media di Bali agar mereka tidak membuat bahasa stigma dalam pemberitaan.

Dari semua hal tersebut, Pengelola Program Media yang juga Editor aidsbali.org Yuniambara berpesan, agar setiap kegiatan OPSI serta LSM lainnya selalu berkoordinasi dengan KPA Provinsi Bali dan KJPA Bali. Sehingga apabila terjadi hal yang kurang berkenan, bisa segera diklarifikasi. (wieb)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.