Inikah Penyebab Kemenkes Cabut Aturan Rapid Test, Perjalanan Cukup Ukur Suhu Tubuh

Penumpang saat menjalani pemeriksaan dokumen kesehatan di konter Kantor Kesehatan sebelum menaiki pesawat. Saat ini, untuk perjalanan cukup dengan mengukur suhu tubuh penumpang. (ist/ant)

 

JAKARTA | patrolipost.com – Kementerian Kesehatan, Terawan Agus Putranto mencabut aturan untuk melakukan rapid test atau tes usap (swab test) sebelum melakukan perjalanan. Nantinya, calon penumpang yang hendak melakukan perjalanan hanya diwajibkan untuk mengukur suhu tubuh.

Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Orang yang melakukan perjalanan tak akan dites, penemuan kasus baru akan difokuskan di pintu masuk wilayah. Ada pun langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Kemenkes untuk melacak kasus Covid-19, yaitu:

Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel, penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara dengan transmisi lokal, melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared, pengamatan tanda dan gejala, maupun pemeriksaan kesehatan tambahan. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan pada orang.

Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam melalui thermal scanner/thermometer infrared maka dipisahkan dan dilakukan wawancara serta dievaluasi lebih lanjut.

Jika ditemukan pelaku perjalanan terdeteksi demam dan menunjukkan gejala-gejala pneumonia di atas alat angkut berdasarkan laporan awak alat angkut, maka petugas KKP akan melakukan pemeriksaan dan penanganan ke atas alat angkut dengan menggunakan APD yang sesuai.

Inikah Penyebab Cabut Aturan
Pencabutan aturan rapid test untuk pelaku perjalanan itu boleh jadi mempertimbangkan kelemahan dari rapid test itu sendiri. Saat ini, memang ada ada dua metode pemeriksaan untuk Covid-19 yaitu rapid test dan swab PCR atau uji usap.

Rapid test ditujukan untuk skrining atau penyaringan awal. Sementara, swab PCR dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terdeteksi Covid-19.

Kedua metode pemeriksaan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dikutip dari ekahospital.com, kelebihan dari rapid test adalah pemeriksaan atau metode skriningnya yang mudah dan cepat untuk dilakukan.

Metode ini juga dapat menjadi alternatif untuk mendata dan mengidentifikasi orang-orang yang memerlukan pemeriksaan lanjutan swab PCR. Namun, kekurangannya adalah, rapid test tidak dapat dijadikan patokan diagnosis untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.

Seseorang yang mendapatkan hasil rapid test positif (reaktif) harus memastikan kembali dengan pemeriksaan lanjutan swab PCR, sementara seseorang yang mendapatkan hasil rapid test negatif (non-reaktif) idealnya perlu mengulang rapid test dalam 7 – 10 hari kemudian dikarenakan antibodi yang diperiksa melalui rapid test tidak langsung terbentuk saat terinfeksi virus corona, namun diperlukan waktu minimal 7 hari setelah infeksi virus hingga antibodi terbentuk.

Adapun swab PCR memiliki kelebihan dengan keakuratannya dalam menguji atau mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 atau Covid-19 pada awal infeksi virus di dalam tubuh seseorang. Namun, kekurangannya adalah, metode ini memerlukan prosedur pemeriksaaan yang lebih rumit dan waktu hasil pemeriksaannya yang lebih lama.

Patuhi Aturan Tempat Tujuan
Dengan pencabutan aturan rapid test dan swab test untuk pelaku perjalanan, maka untuk melacak kasus Covid-19 di pintu masuk atau perbatasan, maka Kemenkes memberlakukan langkah.

Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel, penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara dengan transmisi lokal, melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared, pengamatan tanda dan gejala, maupun pemeriksaan kesehatan tambahan.

Terkait dengan kewajiban tes juga diimbau tetap dilakukan sebagai kelengkapan dokumen kesehatan dan untuk mematuhi aturan di tempat tujuan. Bali, misalnya, yang masih menggunakan aturan rapid test untuk masuk Bali.

Sejumlah ahli dan epidemiolog mengatakan dicabutnya aturan rapid test untuk perjalanan tidak ada hubungannya dengan penularan. Pasalnya, masa inkubasi virus corona terlalu lama sampai dua pekan, selain itu, hasilnya belum tentu tepat sehingga tidak bisa digunakan untuk diagnosis Covid-19. (305/btc/kbc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.