Tidak Ingin Jadi Klaster Penyebaran Covid-19, Disdikpora Bangli Perketat Syarat Belajar Tatap Muka

Kadisdikpora Bangli I Nengah Sukarta. (ist)

BANGLI | patrolipost.com – Disdikpora Kabupaten Bangli tidak ingin sekolah menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Untuk itu Disdikpora Bangli merancang persyaratan kegiatan belajar tatap muka sangat ketat dan proses pemberian izin dilakukan melalui tahapan secara berlapis.

”Pembelajaran secara tatap muka harus memenuhi persyaratan yang begitu ketat. Kami tidak ingin pembelajaran  tatap muka di sekolah justru akan meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Apalagi jika sampai sekolah menjadi klaster baru penyebaran Covid-19,” ungkap Kadisdikpora  Bangli I  Nengah Sukarta, saat dikonfirmasi, Minggu (6/9/2020) kemarin.

Bacaan Lainnya

Kata mantan Kadis Sosial ini, adapun dasar hukum rencana pelaksanaan pembelajaran tatap muka sekolah di Kabupaten Bangli berpedoman pada revisi Surat Keputusan Bersama ( SKB) empat menteri yakni Mendikbud, Mendagri, Kemenag, dan Kemenkes Republik Indonesia tentang Kebijakan Belajar Tatap Muka di sekolah yang disampaikan melalui Webinar Kemendikbud.

“Dalam revisi SKB tersebut memperluas pelaksanaan pembelajaran tatap muka dari yang sebelumnya hanya di zona hijau diperluas ke zona kuning,” jelas Sukarta.

Walaupun  berada di zona hijau atau kuning, kata dia, tidak serta merta sekolah diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Berbagai persyaratan harus dipenuhi oleh sekolah yakni surat  izin dari para orangtua yang memperbolehkan putra putrinya belajar tatap muka di sekolah.

Berikutnya sekolah memenuhi persyaratan kelengkapan sarana prasarana penunjang kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pencegahan Covid-19 seperti tersedianya tempat cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, tersedianya thermogun, handsanitazer, dan disinfektan.

Selain itu yang harus dipenuhi sekolah adalah adanya izin dari pemerintah daerah dalam hal ini Dikpora. ”Jadi persyaratan sekolah bisa melakukan pembelajaran tatap muka sangat ketat,” tegasnya.

Jika salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka sekolah tidak diizinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Misalnya, jika ada orangtua yang masih ragu dengan rencana pelaksanaan belajar tatap muka dan  tidak mengizinkan putra putrinya belajar tatap muka di sekolah, surat pernyataan jangan dikembalikan.

“Kita tak ingin ada kesan pemaksaan. Dengan tidak diizinkan maka sekolah berkewajiban melayani dengan pembelajaran lewat daring atau luring,” ungkap I Nengah Sukarta. (750)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.