Sehari, Dua Dokter Meninggal karena Covid-19

Ketua Klaster Bidang Kesehatan Satgas Covid-19, Sampang, Asrul Sani (ist)
Tim medis terus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada pasien Covid-19. (ist)

SURABAYA | patrolipost.com – Berita duka kembali datang dari tenaga medis yang meninggal karena Covid-19. Dokter Deni Dwi Fitriyanto yang bertugas di Puskesmas Tambelangan, Sampang, tutup usia, Minggu (14/6/2020), tepat sehari setelah ulang tahun ke-34-nya.

Ketua Klaster Bidang Kesehatan Satgas Covid-19 Sampang Asrul Sani mengungkapkan, sepekan sebelumnya Deni merasa tidak enak badan. Dia periksa ke RSUD dr Mohammad Zyn pada, Kamis (11/6/2020). Saat itu langsung dilakukan uji swab dengan tes cepat molekuler (TCM).

Hasilnya, Deni positif terpapar Covid-19. Dia pun dirujuk ke Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Surabaya, hingga akhirnya meninggal di sana.

Hasil yang sama terjadi pada istrinya yang juga berprofesi sebagai dokter. Perempuan yang berinisial E (32), tersebut dinyatakan positif Covid-19. Dokter di Puskesmas Robatal itu dirawat bersama seorang putranya yang diperkirakan masih berumur 1,5 tahun. ”Istrinya juga sedang dirawat di RSUA. Tapi, kalau anaknya, belum di-swab,” ujarnya.

Asrul menjelaskan, Deni diduga tertular dari orang tuanya. Ayah dan bundanya meninggal seminggu sebelumnya. Namun, mereka belum sempat tes swab. ”Dokter Deni merasa tidak enak badan keesokan hari setelah penguburan ibunya,” jelasnya.

Suwito, ayah dokter Deni, merupakan perawat senior di Sampang. Pria yang meninggal pada umur 60 tahun itu pensiun sekitar empat bulan lalu. Sebelumnya, dia bertugas di Puskesmas Kedungdung.

Suwito meninggal di RSUD dr Mohammad Zyn, Sampang, pada Minggu (7/6/2020) sekitar pukul 03.00. Statusnya adalah pasien dalam pengawasan (PDP) berat. Hanya berselang sehari, sang istri, Sri Rahayu, menyusul. Salah seorang bidan senior di Sampang tersebut meninggal sekitar pukul 21.30 dengan status yang sama.

Ibunda dokter Deni itu merupakan pensiunan di Puskesmas Kamoning, Sampang. Suwito dan Sri Rahayu membuka praktik di rumahnya di Kecamatan Kedungdung. Menurut Asrul, mungkin mereka terpapar pasien yang berkunjung untuk berobat. Pasien pasutri itu kebanyakan berasal dari Surabaya, Jakarta, bahkan tenaga kerja Indonesia (TKI). ”Walaupun para nakes sudah menggunakan APD (alat pelindung diri, Red), masih ada kemungkinan terpapar,” terangnya.

Ketua IDI Cabang Sampang dr Indah mengenal Deni sebagai sosok dokter muda yang penuh dedikasi. Dia mempunyai sifat pengabdian seperti kedua orang tuanya. Indah menambahkan, Deni adalah dokter yang siap menjalankan tugas menyehatkan masyarakat di mana pun ditempatkan. Dia mampu bergaul dengan semua kalangan, semua profesi.

IDI Sampang merasa kehilangan sosok yang selalu siap saat tenaga dan kompetensinya dibutuhkan dalam melayani masyarakat itu. Dalam emergency medical team, Deni dengan sukarela bergabung. ”Selamat jalan sejawat muda kami,” kata Indah.

Di hari yang sama, salah seorang dokter senior di Bangkalan, dr Dibyo Hardianto, juga meninggal dunia dengan status PDP. Dokter umum tersebut mengembuskan napas terakhir di usia 53 tahun. Sehari-hari dia buka praktik mandiri di rumah di Blega. Sempat bertugas di Puskesmas Blega, dia tercatat sebagai anggota IDI Cabang Bangkalan.

”Kami sangat berduka,” kata Ketua IDI Cabang Bangkalan dr Farhat Suryaningrat.

Menurut Farhat, kemungkinan dr Dibyo tertular dari pasien yang ditangani sangat besar. Hanya, untuk memastikan apakah dia terpapar Covid-19 atau tidak, harus menunggu keluarnya hasil tes swab.

”Saya tidak bisa berandai-andai. Tetapi, potensi terpapar bisa saja terjadi. Karena tiap hari dia melayani pasien di rumahnya,” ujarnya.

Farhat menyampaikan, dr Dibyo sempat datang ke Puskesmas Blega dengan keluhan kurang enak badan dan serasa mau jatuh (gejala syncope) pada Jumat (12/6). Petugas menyarankan dia untuk periksa ke RSUD Syamrabu atau dr Catur Budi Keswardiono selaku spesialis paru di rumah sakit pelat merah itu. ”Jumat malam masuk rumah sakit. Setelah diperiksa, kondisi jantungnya normal,” ujarnya.

Saat dirontgen, ditemukan pneumonia bilateral yang mengarah pada Covid-19. Lalu, dilakukan rapid test. Hasilnya nonreaktif. Pemeriksaan dilanjutkan dengan tes swab. Belum juga hasilnya keluar, Minggu pagi (14/6) dia sesak napas. Saat hendak dirujuk ke RSUA, nyawanya tidak tertolong. Meski hasil tes swab belum keluar, Farhat menyebutkan, kemungkinan dr Dibyo meninggal lantaran virus korona sangat tinggi.

Ketua IDI Jatim dr Sutrisno SpOG (K) membenarkan hal itu. Menurut dia, gejala klinis sudah menunjukkan bahwa dr Dibyo meninggal karena Covid-19. Dokter Dibyo mengalami demam, sesak napas, juga diare. Selain itu, dia memiliki kondisi diabetes sebagai komorbiditas. ”Kalau dr Deni, yang saya tahu tidak punya komorbid. Wong meninggalnya masih usia muda,” ungkapnya.

Dokter Sutrisno mengatakan, saat ini sudah 8 dokter di Jawa Timur yang meninggal karena positif Covid-19 dan 58 dokter lainnya positif Covid-19. ”Dengan kasus yang semakin banyak di masyarakat, beban faskes dan nakes semakin berat,” ujarnya.

Sementara itu, Pemprov Jatim Jatim mengambil langkah cepat dalam memutus rantai penularan Covid-19 di lingkungan aparatur sipil negara (ASN). Menurut jadwal, hari ini semua kepala dinas akan mengikuti rapat virtual. Mereka dimintai laporan kondisi ASN di OPD masing-masing.

Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono mengatakan, salah satu ASN di Bakesbangpol Jatim terpapar virus tersebut. ASN itu meninggal kemarin. Dampaknya, seluruh pegawai di lingkungan bakesbangpol menjalani rapid test. Beberapa ASN reaktif. Mereka lalu menjalani swab test untuk memastikan positif Covid-19 atau tidak.(304/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.