Gunakan Uang Nasabah untuk Keperluan Pribadi, Bos BPR Legian Diancam 15 Tahun Penjara

Terdakwa Titian Wilaras ketika diperiksa di Polresta Denpasar. (dok)

DENPASAR | patrolipost.com – Titian Wilaras (55), Pemegang Sahan Pengendali (PSP) PT BPR Legian diancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar. Pria lulusan Sarjana Teknik ini didakwa melanggar UU Perbankan dengan sengaja menggunakan uang nasabah untuk keperluan pribadi.

Hal itu terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Kamis (28) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.  Dalam sidang, Jaksa penuntut umum (JPU) Putu Gede Sugiartha dan IB Putu Swadharma Diputra menerangkan, terdakwa merupakan pemegang saham pengendali (PSP) PT BPR Legian telah dengan segaja menyuruh dewan komisaris, direksi atau pengawai bank untuk melakukan tindakan yang mengakibat bank melanggar UU yang berlaku.

Bacaan Lainnya

“Perbuatan terdakwa telah diatur dan diancam pidana menurut Pasal 50 A UU RI No 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan,” sebut JPU dalam dakwaanya yang dibacakan di depan majelis hakim diketuai Engeliky Handajani Dai.

Lebih lanjut, selama periode Agustus 2017 – Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125 – 127 Denpasar, terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (Supervisior Operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa dan atau kepada pihak lain yang ditunjuk untuk kepentingan pribadi terdakwa.

Terdakwa menggunakan dana BPR untuk kepentingan pribadi dengan pertimbangan bahwa proyeksi profit BPR pada 2017 akan mencapai Rp 15 miliar. “Sehingga terdakwa melakukan pengambilan profit terlebih dahulu dalam rangka menghindari membayar pajak penghasilan,” beber JPU Sugiartha.

Pada saat terdakwa memerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana, kemudian saksi Karyawan mengajak komite untuk melakukan diskusi terkait perintah terdakwa.

Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung. Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian. Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.

Saat itu saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankkan. Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian. Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.

“Terdakwa memberikan perintah secara lisan maupun WhatsApp (WA) kepada saksi Indra Wijaya untuk menginformasikan nominal dan nomor rekening pihak-pihak yang akan menerima transfer,” jelas jaksa.

Untuk merealisasiskan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana. Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindah-bukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa.

Pada 29 Agustus 2018 terdakwa memerintahkan saksi karyawan dkk untuk mencairkan 12 bilyet deposito milik nasabah yang belum jatuh tempo dengan nilai total Rp 11,7 miliar. Dana pencairannya tidak diterima deposan melainkan digunakan untuk pemenuhan komitmen PSP atas temuan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan untuk kepentingan pribadi terdakwa. (426)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.