I Made Sukresna Usulkan Isolasi Pulau Bali Jangan Dibuka Dulu, Lakukan Secara Selektif dan Bertahap

I Made Sukresna. (ist)

 

Bacaan Lainnya

 

BULELENG | patrolipost.com – Tak bisa dipungkiri jika Bali merupakan pusat industri pariwisata dan berbagai kepentingan ekonomi berskala nasional dan global yang bisa saja akan membuat banyak kunjungan dilakukan ke Bali setelah akses dibuka. Citra Bali yang aman ditengarai akan menjadi keunggulan daya tarik arus orang ke Bali. Tidak hanya untuk berwisata, berbisnis, tapi juga bertempat tinggal dan hidup di Bali.

Wacana yang menggelinding mengenai rencana mulai dibukanya penerbangan dan akses masuk secara bertahap ke Pulau Bali, mulai menuai komentar di kalangan Prajuru (Pengurus) Desa Adat. Salah satunya adalah dari Kelian Desa Adat Yeh Sanih, Kubutambahan, Buleleng, I Made Sukresna.

Jero Kelian yang juga aktif bergerak dalam kegiatan sosial kemanusiaan tersebut, menyampaikan bahwa wacana untuk membuka akses ke Pulau Bali secara bertahap, merupakan strategi yang berisiko tinggi bagi krama adat Bali secara umum. Pasalnya, hal ini diperkirakan bisa menjadi media penularan gelombang kedua COVID 19 antar pulau atau antar provinsi.

“Jika untuk alasan ekonomi, mangda (agar) dimaksimalkan perputaran ekonomi di internal Pulau Bali dumun (dulu). Karena menurut tiang (saya) risiko yang diambil dengan membuka akses masuk bulan Juni nanti terlalu tinggi,” ucapnya, Senin (25/5/2020) melalui selulernya.

Untuk itulah, dia mengusulkan agar Bali, bahkan seluruh Indonesia, melakukan langkah menuju era normal baru secara bertahap, terbatas, selektif, dan bersyarat terlebih dahulu. Langkah pertama setelah ada penurunan kasus positif adalah dengan isolasi pulau terlebih dahulu, sebelum akan membuka akses normal baru.

Pada fase ini, warga masyarakat di pulau bersangkutan diizinkan mulai beraktivitas. Mungkin terbatas dulu pada kabupaten/kota tertentu, bidang kegiatan tertentu. Itu pun tetap dengan persyaratan protokol kesehatan anti-COVID19 yang ketat.

Setelah fase ini benar-benar solid dan menunjukkan hasil bagus, isolasi pulau diperluas mencakup seluruh pulau dan seluruh sektor kegiatan. Setelah itu baru dilanjutkan dengan membuka akses antarpulau, bahkan antarnegara yang sudah bebas pandemi COVID-19 dan ini pun tetap secara selektif dan bersyarat.

Kelian Desa Adat yang akrab disapa Jero Cilik ini menyatakan, apa yang dirasakan dan didengar di kalangan Kelian Desa Adat atau Bandesa Adat, bagaimana agar ayah-ayahan (kerja gotong royong secara sukarela) siang malam, mengikuti dan melaksanakan himbauan, arahan, dan instruksi pemerintah, tidak sia-sia, hanya karena akses langsung dibuka dengan risiko penularan COVID 19 antarpulau. Bila ini dilaksanakan dikhawarirkan akan mencoreng prestasi Bali dalam mengendalikan penularan dan penyebaran COVID 19 Berbasis Desa Adat ini.

“Kami, prajuru, pacalang dan Satgas Gotong Royong Berbasis Desa Adat, telah sukarela bekerja tanpa kenal lelah serta tanpa upah, siang malam untuk melaksanakan intruksi, himbauan, dan arahan pemerintah dalam pengendalian dan penanggulangan COVID 19. Tolong hargai ini dan jangan disia-siakan dengan memberikan kesempatan penularan antarpulau,” tegasnya.

Meskipun menurutnya, pemerintah telah mencoba melakukan antisipasi dengan membuat persyaratan untuk bisa masuk Bali, namun menurutnya, hal ini belum cukup mengingat demikian mudah dalam mendapatkan surat keterangan sehat atau sejenisnya.

“Kita tidak akan mampu men screening satu per satu secara detail, jika akses dibiarkan terbuka, meskipun dengan persyaratan,” jelas pemilik Ciliks Homestay di pinggir Pantai Yeh Sanih tersebut.

Menurut Jero Made Sukresna, resiko dan biaya yang dibutuhkan jika terjadi penularan gelombang kedua akan menjadi sangat besar baik dampak maupun nilainya dengan kebijakan membuka akses ini. Contohnya, beberapa hotel bintang 5 di Bali sudah mulai menerima booking-an untuk bulan September dan November, namun jika pada bulan Juni dan Juli Bali kembali mengalami kenaikan jumlah pasien positif yang signifikan, maka siapa pun akan berpikir seratus kali lipat untuk berkunjung ke Bali.

“Kami dengan tegas dan penuh harap, mengusulkan kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah, agar dilakukan isolasi Pulau atau Isolasi Provinsi sampai bulan Juli atau Agustus dengan catatan, pengangkut logistik pangan, kesehatan, petugas TNI/Polri dan sejenisnya tetap diberikan kelonggaran dengan membawa surat keterangan dan hasil uji Swab negatif terbaru,” tandasnya.

Keberanian Jero Kelian Desa Adat Yeh Sanih ini menyampaikan usulan, karena melihat bahwa Desa Adat di Bali dianggap mampu berperan besar melakukan pengendalian COVID 19 di Bali, dan hal ini telah dipublikasikan serta diakui secara nasional, bahkan internasional.

Ia berharap agar jangan hanya mohon pengakuan ini agar tidak hanya sekadar dipuji dengan kata-kata untuk menyenangkan hati krama Bali sesaat dan sekadar mendapatkan tepuk tangan saja, tetapi diwujudkan nyata dalam bentuk memberikan kesempatan kepada Bandesa dan Kelian Adat untuk mengusulkan hal yang dianggap terbaik bagi Bali, bagi Indonesia.

“Mundur selangkah bukan berarti kalah, mundur selangkah artinya kita cerdas untuk kemudian berlari sejauh mungkin. Kami menunggu respons pemerintah baik di Daerah maupun Pusat untuk segera mengambil langkah serta strategi terbaik dengan isolasi per pulau,” pungkasnya. (473)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.