Meredam Ancaman Krisis melalui Ketahanan Pangan

Oleh : Komang Agus Rudi Indra Laksmana, SE, MM *)

 

KETIKA krisis ekonomi besar menerjang pada tahun 1998, sektor pertanian Indonesia bisa bertahan, bahkan tetap tumbuh positif sekitar 0,26%. Padahal, pertumbuhan ekonomi nasional sedang ambruk hingga mencapai nilai minus (-13,10%). Begitu pula saat krisis pada 2008, krisis yang menyebabkan kehancuran sistem keuangan dunia. Dampaknya ialah kelumpuhan pada banyak sektor di seluruh dunia.

Bacaan Lainnya

Namun, sekali lagi patut disyukuri bahwa PDB Indonesia pada tahun tersebut masih tumbuh sebesar 6,1% terhadap tahun 2007. Tercatat hanya tiga sektor yang menunjukkan pertumbuhan positif, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor konstruksi. Sektor pertanian bahkan tercatat naik signifikan dari 13,7% pada 2007 menjadi 14,4% pada 2008.

Gambaran ini menunjukkan jika kinerja sektor pertanian memiliki pengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional. Dari dua ilustrasi tersebut setidaknya sejarah pernah mencatat bahwa sektor pertanian mampu menjadi penopang dasar perekonomian suatu negara di saat krisis.

Saat ini perekonomian global sedang terancam krisis, bukan karena perang dagang namun pandemic global Covid-19 yang mampu mempora-porandakan perekonomian secara global, termasuk Indonesia. Bali sebagai tujuan wisata dunia tidak terlepas dari imbas pandemic ini, awal April 2020 saja nyaris 70 persen hotel memiliki okupansi nol persen, sebagian besar karyawan dirumahkan. Dalam kondisi seperti ini, apakah sektor pertanian di Bali mampu menjadi penopang di saat krisis? Mari kita ulas ketahanan pangan di Bali untuk menguji kesiapan menghadapi ancaman krisis.

Ketahanan pangan bersifat multidimensi, sehingga penilaian terhadap situasi ketahanan pangan membutuhkan ukuran yang komprehensif dengan melibatkan serangkaian indikator. Indikator-indikator tersebut digabungkan untuk menghasilkan nilai komposit ketahanan pangan, yang selanjutnya dijadikan sebagai Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Sederhananya ketahanan pangan diukur dari kemampuan suatu daerah (kabupaten/kota) melalui aspek ketersediaan, keterjangkauan, serta kualitas dan keamanan pangan.

Berdasarkan data BPS tahun 2018, 9 Kabupaten/Kota di Bali memiliki indeks nilai ketahanan pangan diatas 75 yang berarti ketahanan pangan sangat baik dan terjaga. Bahkan kabupaten Tabanan, Gianyar dan Badung menduduki peringkat tiga besar nasional sebagai kabupaten dengan ketahanan pangan terbaik di Indonesia, bahkan kota Denpasar sebagai kota yang memiliki indeks ketahanan pangan terbaik nasional. Kabupaten lainnya seperti Buleleng, Klungkung, Bangli dan Karangasem serta Jembrana termasuk kategori ketahanan pangan yang baik.

Kondisi itu menjadi modal yang baik bagi pemangku kepentingan di Bali untuk merumuskan kebijakan selanjutnya. Bukan perkara mudah karena dihadapkan pada kondisi daya beli masyarakat yang menurun sehingga ketersediaan produk pangan harus sebaik mungkin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Menjaga daya beli masyarakat berarti menjaga ketersediaan bahan pangan di pasar maka peningkatan produksi pertanian suatu keharusan. Ketersediaan modal melalui kredit usaha rakyat untuk program bantuan benih, bibit, subsidi pupuk serta akselerasi rantai pasoka produk pertanian agar tidak terjadi hambatan untuk mengantisipasi kelangkaan yang berpotensi menimbulkan kenaikan harga atau inflasi di seluruh kabupaten di Bali.

Ketahanan pangan tidak hanya bertujuan untuk memastikan kesediaan pangan dan menjaga daya beli masyarakat, namun ketahanan pangan merupakan bagian dari jaring pengaman sosial. Ketersediaan pangan yang baik akan memberikan kekuatan terhadap jaring pengaman sosial berupa bantuan kebutuhan bahan pokok bagi masyarakat pra sejahtera.

Peranan pemerintah pusat sampai dengan pemerintah desa wajib berperan aktif dalam mengidentifikasi masyarakat yang pra sejahtera baru yang terdampak kondisi perlambatan ekonomi. Pemerintah desa dapat mengambil kebijakan realokasi dana desa untuk dialihkan memperkuat perlindungan sosial melalui pemberian bantuan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang membutuhkan.

Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Bali akan semakin penting peranannya dalam kondisi ini untuk memastikan terkendalinya harga kebutuhan pokok di pasar. Pengendalian harga sangat diperlukan untuk menjaga inflasi dan menjaga nilai tukar petani. Operasi pasar murah melalui aplikasi online Toko Tani Indonesia dapat menjadi alternatif untuk menjaga social distancing dalam melakukan transaksi. Pemerintah daerah Bali melalui SKPD terkait serta Kementerian Pertanian dan Bulog dapat bersinergi dalam menjaga stabilitas produksi pertanian. Harapanya seluruh potensi pertanian lokal di setiap Kabupaten/Kota di Bali dapat dikembangkan dengan baik sebagai lokomotif perekonomian baru di Bali.

Kita bersama berharap bahwa protokol penanganan COVID 19 yang dijalankan di lapangan dapat berjalan dengan baik, sektor kesehatan menjadi fokus utama namun kegiatan produksi pertanian juga harus tetap berjalan. Produksi pertanian secara nasional bisa tetap terjaga stabilitasnya demi menyediakan pangan bagi 267 juta jiwa rakyat Indonesia dengan ketersediaan akses dan harga yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. **

*) Penulis adalah Ketua Paramudya Education Centre

dan Dosen FE Universitas Mahendradatta

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.