Malu Kepada Dunia, SBY: Pemerintah Jangan Asal Ciduk

Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, mengingatkan kepada pemerintah jangan asal ciduk terhadap rakyat.(ilustrasi/net)

JAKARTA | patrolipost.com – Polri mengeluarkan telegram selama pandemi virus Korona atau Covid-19 ini. Salah satu poin dari telegram tersebut adalah acaman pidana bagi orang-orang yang menghina presiden dan pejabat pemerintahan.

Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, adanya ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah, bahkan disertai dengan ancaman untuk mempolisikan masyarakat yang salah bicara.

“Khususnya yang dianggap melakukan penghinaan kepada Presiden dan para pejabat negara,” ujar SBY dalam keterangan tertulis, Rabu (8/4/2020).

SBY juga mengatakan, mumpung ketegangan ini belum meningkat, SBY meminta agar masalah tersebut dapat ditangani dengan tepat dan bijak. Kalau hal ini makin menjadi-jadi, sedih dan malu kepada rakyat kita.

“Rakyat sedang dilanda ketakutan dan juga mengalami kesulitan hidup karena terjadinya wabah Corona ini. Juga malu kepada dunia, karena saya amati hal begini tidak terjadi di negara lain,” katanya.

SBY juga mengatakan, kalau isteri tercinta Ani Yudhoyono belum dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dia bisa menjadi saksi dan bisa memberikan testimoninya. Ketika itu juga sedang ada krisis ekonomi, dirinya dan jajaran pemerintah tengah bekerja keras, siang dan malam.

“Terus terang saya juga tegang, letih dan takut kalau Indonesia tidak selamat. Kalau ekonomi Indonesia jatuh lagi, betapa kasihannya rakyat kita,” ungkapnya.

Lebih lanjut, SBY juga bercerita soal saat dirinya menjadi presiden dan dihina-hina. Bahkan, dirinya hampir tidak kuat dengan hinaan-hinaan yang melampaui batas itu.

“Namun, saya berpikir dalam-dalam. Saya harus kuat, harus tegar, dan harus sabar. Saya menghibur diri saya sendiri, saya dibeginikan karena saya pemimpin, karena saya presiden,” katanya

“Karena itu, dalam suasana sekarang secara bertubi-tubi dan di banyak tempat saya diserang dan dihina. Di parlemen, di media massa, dan di jalanan dengan macam-macam unjuk rasa. Kata-katanya sangat kasar dan menyakitkan. Beberapa kali isteri tercinta menangis,” paparnya.

SBY juga menegaskan, dirinya dulu tidak pernah mempolisikan mereka-mereka yang menghina. Ia juga menyerukan agar apa yang dulu dilakukan kepadanya, janganlah dilakukan kepada pemimpin-pemimpin yang lain.

“Meskipun saya dulu kuat dan sabar, bagaimanapun cacian dan hinaan yang melampaui batas itu tidak baik. Tapi saya pernah berjanji, agar tak ada satupun warga Indonesia yang kena ‘ciduk’. Yang harus menjalani hukuman di penjara karena salah berucap, padahal hidup mereka sedang susah di era wabah Korona ini. Jangan sampai sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” tuturnya.‎

Dalam keadaan darurat dan sekaligus krisis seperti sekarang ini, sebaiknya pemerintah bisa mencegah terjadinya masalah baru. Misalnya masalah sosial, ataupun masalah politik, yang bisa mengganggu upaya pemerintah menyelamatkan rakyat dari wabah virus Korona yang mematikan ini.

Menurutnya, dengan keadaan psikologi masyarakat di era pandemi besar ini, bisa saja warga kita ada yang salah berucap. Misalnya, di media sosial, ada kata-kata yang melampaui batas. Menghadapi masalah ini, alangkah baiknya kalau yang diutamakan adalah tindakan yang persuasif terlebih dahulu.

“Tindakan pencegahan terlebih dahulu. Pendekatan dan penyelesaian yang non-yudisial dulu. Kalau sudah tidak mempan, memang benar-benar keterlaluan dan tidak ada cara lain, barulah pendekatan hukum yang dilakukan,” ungkapnya.

Diketahui, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menandatangi Surat Telegram ST/1100/IV/HUK.7.1./2020, Sabtu (4/4). Surat tersebut berisi penanganan dan pedoman pelaksanaan tugas kepolisian yang berikatan dengan kejahatan di dunia siber selama pandemi virus Korona (Covid-19).

Beberapa tindak kejahatan yang menjadi fokus ialah ialah penghinaan kepada penguasa dalam hal ini presiden dan pejabat pemerintahan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 207 KUHP.

Pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”

Selain itu, Polri juga akan fokus pada penyebaran berita bohong (hoaks) terkait covid-19 dan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran pandemi tersebut.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 dan atau 15 Undang-undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dalam Pasal 14, setiap orang yang menyiarkan berita bohong dapat dipidana penjara 10 tahun. Sementara dalam Pasal 15, penyebar berita yang tidak pasti atau berlebihan atau tidak lengkap dapat dipidana penjara dua tahun.

Kejahatan lain yang disebut dalam surat itu yakni praktik penipuan penjualan daring alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri (APD), antiseptik, obat-obatan, dan disinfektan. Pasal yang dapat dijerat kepada pelaku adalah Pasal 45A Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) UU ITE.

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” tulis pasal tersebut.

Terkahir, kejahatan terhadap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan seperti yang termaktub dalam Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Para pelanggar dapat dipindana penjara paling lama satu tahun dan atau denda paling banyak Rp 100 juta.(305/jpn)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.