Perkara Pidana Bos Hotel Kuta Paradiso Tidak Bisa Dihentikan

DENPASAR | patrolipost.com – Pernyataan kuasa hukum PT Geria Wijaya Prestige (GWP/Hotel Kuta Paradiso), Boyamin Saiman yang meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali untuk menghentikan perkara bos hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi karena legal standing (alas hak), ditanggapi oleh kuasa hukum Tomy Winata, Ignatius Supriyadi dari Kantor Maqdir Ismail dan Partners.
Menurut Ignatius, perkara tindak pidana tidak dapat dihentikan atau ditunda dengan adanya putusan itu. Karena selain belum inkrah, putusan tersebut juga tidak ada relevansinya dengan materi pidana yang ditangani oleh Polda Bali.
“Terhadap putusan itu, kami telah menyatakan banding pada tanggal 22 Oktober 2019 sehingga putusan belum berkekuatan hukum tetap (inchract). Selain itu, putusan itu isinya tidak sesuai dengan fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah terungkap dalam persidangan,” ungkap Ignatius dikonfirmasi kemarin.
Dikatakan Ignatius, perkara yang ditangani di Polda Bali menyangkut masalah penggelapan jaminan dan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik serta tindak pidana pencucian uang. Sehingga memiliki materi atau pokok sengketa yang sama sekali berbeda dengan perkara dalam putusan yang belum inkrah itu.
“Jadi, kalau putusan itu digunakan sebagai dalih untuk mendorong Polda Bali dan Kejati Bali untuk menyetop perkara pidananya, maka itu tidak benar dan demi hukum harus diabaikan,” tegasnya.
Perkara ini berawal, setelah menerima pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari Bank CCB pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan, Tomy Winata lewat kuasa hukumnya, Desrizal Chaniago melaporkan kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali pada 27 Februari 2018 terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan dugaan penggelapan. Saat ini, Harijanto Karjadi telah menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Bali setelah berkas perkaranya dinyatakan P-21.
Harijanto dibekuk anggota Interpol di Malaysia pada awal Agustus lalu. Penangkapan tersebut berdasarkan Red Notice oleh Interpol. Peristiwa yang menjerat Harijanto sesungguhnya terjadi pada 14 November 2011, dimana saat itu Tomy Winata sama sekali tidak mempunyai hubungan hukum dengan rapat umum pemegang saham PT GWP yang menyetujui pengalihan atau jual-beli saham milik Hartono Karjadi kepada adiknya, Sri Karjadi, yang memang saat itu masih berstatus digadaikan sebagai jaminan utang PT GWP. Fireworks sendiri telah memberikan persetujuan sebelum dilakukan peralihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi.
Selain melaporkan Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi ke Dit Reskrimsus Polda Bali, Tomy Winata juga mengajukan gugatan wanprestasi kepada PT GWP dengan menuntut ganti rugi lebih dari US$31 juta. Namun gugatan dalam perkara No. 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst itu ditolak seluruhnya oleh majelis hakim yang diketuai H Sunarso dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakpus pada 18 Juli 2019. Tomy Winata diketahui mengajukan banding atas putusan perkara No 223 tersebut.
“Perkara yang ditangani Polda Bali itu terkait tindak pidananya. Dan Polda telah melakukan prosedur yang tepat, mulai dari penyelidikan sampai dengan penetapan tersangka dan penangkapan dengan meminta bantuan Interpol dan sampai dilimpahkan ke Kejati Bali. Bahkan, saat penetapan menjadi tersangka, mereka sempat melakukan praperadilan di PN di Jakarta dan mereka dinyatakan kalah. Artinya, penetapan tersangka oleh penyidik Polda Bali itu sudah tetap dan sah,” tandasnya. (007)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.