Belum Terpapar Corona, Pariwisata Labuan Bajo Sudah Merana

Suasana Pelabuhan Labuan Bajo, manggarai Barat. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pandemi virus Corona (Caovid-19) sudah mewabah ke 32 provinsi di Indonesia. Sampai 3 April 2020, kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai angka 1.986 orang dengan korban meninggal 181 orang dan yang dinyatakan sembuh sebanyak 134 orang. Hanya 2 provinsi yang belum dimasuki virus Corona yakni NTT dan Gorontalo.

Meski belum ditemukannya kasus positif Covid-19 di NTT, namun dampak dari penyebaran virus ini telah menimbulkan kekhawatiran yang begitu luar biasa bagi setiap warga NTT, termasuk dampak langsung terhadap sektor pariwisata. Di Labuan Bajo, mulai dari pertengahan Maret 2020, hampir semua hotel dan restaurant ditutup. Memang belum ada kasus positif Covid-19 di Labuan Bajo maupun Kabupaten Manggarai Barat, namun dampaknya sudah membuat merana sektor pariwisata.

Bacaan Lainnya

Langkah penutupan hotel dan restoran terpaksa diambil pengelola karena sepi pengunjung. Hal ini juga erat kaitannya dengan penutupan beberapa destinasi wisata yang ada, termasuk penutupan akses menuju Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) terhitung sejak 23 Maret – 26 Mei 2020. Penutupan ini kemungkinan akan diperpanjang seiring dengan jika belum berakhirnya pandemik virus Corona.

Di Labuan Bajo, terdapat 102 hotel dan 111 restaurant yang terdata di Persatuan Hotel Dan Restaurant Indonesia Manggarai Barat (PHRI Mabar). Dari jumlah tersebut diperkirakan mempekerjakan hampir 4.500 karyawan. Dengan ditutupnya hampir semua hotel dan restaurant, secara otomatis memberikan dampak terancam hilangnya pekerjaan karyawan yang saat ini diberikannya cuti tanpa dibayar.

Hal ini menjadi perhatian serius semua pihak, tak terkecuali pelaku pariwisata di Labuan Bajo. Salah satunya Matheus Siagian, pemilik Tree Top Hotel dan Restaurant.

Di tengah situasi pandemik virus Corona, Matheus lebih memilih untuk tetap membuka hotel dan restaurant miliknya. Sisi kekeluargaan yang telah terbentuk dengan para karyawan menjadi alasan utama.

“Saya berusaha bagaimana supaya tidak merumahkan karyawan. Tempat ini tetap dibuka agar karyawan tetap memiliki penghasilan, walaupun Saya mendapat keuntungan bahkan rugi. Saat ini Kita sedang mengalami masa krisis. Kita tidak tau kapan akan selesai. Orang sudah mengalami perubahan sosio-ekonomi dengan adanya wabah Corona ini,” ujar Matheus.

Selain itu, menurutnya, virus Corona telah memberikan dampak yang luar biasa terhadap industri pariwisata di NTT, secara khusus di Labuan Bajo. Matheus menilai virus ini telah melumpuhkan roda perekonomian masyarakat. Dengan banyaknya karyawan  hotel dan restaurant yang dirumahkan sebagai akibat dari sepinya tamu, menjadikan masalah baru, yakni pengangguran massal.

“Situasi ini lebih melukai perasaan roda ekonomi masyarakat. Dalam beberapa hari saja sudah banyak hotel yang ditutup, usaha yang mati. Kalau kita lihat saja seperti kapal-kapal besar yang ada di dermaga pink. Ada sekitar 100 kapal yang tidak beroperasi dan anggap saja dalam satu kapal ada 7 orang pekerja. Berarti Ada 700 pekerja yang dirumahkan. Belum lagi hotel, belum lagi restaurant. Kita berbicara soal pengangguran besar-besaran yang terjadi di Labuan Bajo sekarang,” ungkapnya.

Matheus juga mengapresiasi tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan daerah dalam mencegah masuknya penyebaran virus Corona di NTT.  Namun pria asal Batak ini juga mengkritisi beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam mencegah masuknya virus Corona, yang ikut mempercepat matinya perekonomian masyarakat.

Menurutnya, sejauh ini Pemerintah NTT dan Pemkab Mabar sudah mengambil langkah-langkah yang baik. Sehingga masyarakat masih terbebas dari Corona. Tapi kalau kita lihat dari awal mula isu Corona ini, sangat cepat sekali, dalam hitungan hari semua hotel dan restaurant yang ada tutup. Belum lagi isu penerbangan ditutup, lockdown dan sebagainya mempercepat lumpuhnya perekonomian.

“Hal itu disebabkan beberapa keputusan yang diambil pemerintah terkesan terburu-buru dan panik sehingga masyarakat juga ikutan panik,” tuturnya.

Matheus juga mengkhawatirkan akan timbulnya dampak sosial-ekonomi yang akan terjadi sebagai akibat dari lumpuhnya roda perekonomian masyarakat di tengah tidak adanya kepastian kapan virus ini akan berakhir. Pun langkah-langkah seperti apa yang akan diambil Pemerintah jika situasi ini semakin diluar kendali.

“Saya juga tidak tau sejauh apa kesiapan masyarakat menghadapi hal ini, berapa lama masyarakat punya cadangan tabungan untuk menghadapi hal ini. Karena kalau Kita membicarakan isolasi dan karantina, masyarakat mau makan apa? Darimana dan siapa yang akan menyediakan?”

Sebagai pelaku usaha pariwisata, Matheus berharap agar Pemerintah, selain berkonsentrasi pada penanganan virus Corona juga dapat mengeluarkan langkah-langkah strategis dan tepat dalam memulihkan roda perekonomian yang sudah lumpuh total. Karena Kita tidak hanya berbicara soal pariwisata, tetapi efek yang berimbas kemana-mana. Misalnya, hasil pertanian yang tidak bisa dijual ke hotel dan restaurant. Begitu juga dengan hasil tangkapan nelayan juga kehilangan pasar.

Selain itu, Matheus juga mengajak masyarakat Manggarai Barat untuk tetap membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat. Termasuk menjaga sistem kekebalan tubuh.

“Daripada memikirkan soal lockdown atau hal lainnya, mendingan Kita melakukan apa yang kita tau, yakni memakai masker, menempatkan hand sanitizer dimana mana sehingga kita tetap bersih. Sesuai data WHO, virus ini tidak menyebar melalui udara sehingga kita masih bisa berkomunikasi dengan lainnya asal menjaga jarak,” tutupnya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.