Tuduhan Dianggap Bermuatan Politis, Andi Rizki Siap Tempuh Jalur Hukum

Konferensi pers terkait klarifikasi Hj Andi Rizki Nur Cahya dan tim kuasa hukum terkait laporan dugaan penggelapan uang jual beli tanah di Rangko, Minggu (9/2/2020).

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Hj Andi Rizki Nur Cahya menanggapi laporan atas dirinya menyangkut dugaan penipuan dan penggelapan uang jual beli tanah yang berlokasi di Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui kuasa hukumnya, Hj Andi menganggap tuduhan kepada dirinya bermuatan politis, serta siap menempuh jalur hukum.

Ditemui di Kantor Sekretariat Partai PPP, Minggu (9/2/2020), Andi Rizki menanggapi laporan menyangkut dirinya kepada pihak Kepolisian Manggarai Barat oleh Purnama Sari, ahli waris pemilik tanah, merupakan bagian dari bumbu-bumbu politik. Mengingat, dirinya merupakan salah satu Bakal Calon Wakil Bupati Manggarai Barat pada perhelatan pilkada tahun 2020 ini.

Bacaan Lainnya

“Jadi biasalah moment politik misalnya diplintir seperti ini, itu hal biasa. Makanya Saya menanggapinya dengan santai. Malah Saya heran kok seperti ini. Tapi lagi-lagi Saya mencoba memahami bahwa ini tahun politik. Inilah bumbu-bumbu politik. Yah santai aja,” kata Andi Rizki.

Meski menanggapinya dengan santai, Andi Rizki mengatakan akan tetap mengambil langkah- langkah hukum terkait laporan atas dirinya. Terkait hal itu, Ia pun menyerahkan semuanya kepada tim kuasa hukumnya. Saat ini ia hanya ingin berkonsentrasi menghadapi Pilkada Manggarai Barat 2020, di mana dirinya tampil sebagai bakal calon wakil bupati mendampingi Bakal Calon Bupati Ir Pantas Ferdinandus MSi.

Sementara itu, kuasa hukum Andi Rizki, Abdul Rohim SH MH dan rekan pada kesempatan yang sama menyampaikan akan melakukan langkah-langkah hukum terhadap semua pihak yang telah mencederai reputasi kliennya.

“Pemberitaan ini akan kita sikapi dengan mengambil langkah langkah hukum terhadap pelapor itu sendiri serta terhadap pemberitaan-pemberitaan yang sudah ada. Kita akan kaji kembali siap pihak-pihak yang dalam hal ini telah terlibat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang merusak citra dan reputasi dari Umi (Andi Rizki) akan kita tempuh langkah hukum,” tandasnya.

Selain itu, terkait adanya laporan terhadap kliennya, Abdul Rohim pun berujar bahwa hal itu lebih erat kaitannya dengan tujuan politik semata.

“Laporannya itu laporan lucu-lucuan yang tujuan muatan politisnya lebih kental. Unsur politiknya jauh lebih besar daripada aspek hukumnya,” jelas Abdul.

Selain itu, Abdul juga menampik tuduhan yang dialamatkan kepada Andi Rizki terkait penggelapan uang seperti yang dilaporkan oleh pelapor.

“Tidak etis bagi kami untuk membahas tentang materi hukumnya. Perlu teman-teman media ketahui bahwa Umi (Andi Rizki) nggak ada hubungannya dengan pelapor. Karena laporannya itu kan soal transaksi. Transaksi itu dilakukan dengan ibunya. Bukan dengan dia (pelapor). Sehingga pemberitaan mengatakan soal penggelapan. Itu dalil atau statement yang mengada-ada,” kata Advokat asal Jakarta ini.

Terkait penerbitan Akta Jual Beli (AJB) tanah yang menurut pelapor diterbitkan setelah pemilik tanah meninggal dunia, Abdul pun enggan membahas hal itu lebih jauh. Dia meyakini hal tersebut sudah mengikuti prosedur yang ada.

“Soal AJB, kami tidak akan terlalu jauh soal itu. Itu punya Notaris. Dan informasi itu kan dari sebelah (pihak pelapor). Soal ada rentetan waktu dari transaksi itu. Tapi transaksi itu terjadi secara legal dan sesui prosedur, dan itu menjadi bidang notaris untuk memahaminya,” jelas Abdul

Selanjutnya terkait pernyataan pelapor akan adanya pemberian kuitansi kosong yang dilakukan oleh Andi Rizki kepada almarhumah Ibu Aisah ketika berada di RSUD Komodo tahun 2018 yang lalu, Abdul pun menyampaikan bahwa pelapor tidak memiliki hak atas jual beli tanah tersebut.

“Transaksi itu terjadi antara Umi (Andi Rizki) dengan orangtuanya (pelapor). Secara hukum, anak (Purnamasari) ini nggak memiliki kedudukan hukum. Dia menjadi ahli waris setelah ibunya sudah nggak ada. Jadi secara hukum itu begitu. Bahkan perlu dipahami bahwa dalam transaksinya dia (pelapor) ada di situ. Karena yang melakukan transaksi itu Umi dengan ibunya, bukan dia. Dan kapasitas dia sebagai saksi yang menyaksikan terjadinya transaksi itu. Jadi dia tau betul soal itu,” kata Abdul.

Sebelumnya, Kamis (30/1/2020) siang, Andi Risky dilaporkan ke Polres Manggarai Barat. Ia dilaporkan oleh seorang bernama Purnamasari, atas dugaan penipuan dan penggelapan uang jual beli tanah di Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng.

Purnama Sari sendiri adalah ahli waris dari ibu Aisah, warga Londar Kecamatan Macang Pacar. Menurut Purnama Sari, Aisah menjual tanah seluas 3 hektar dengan harga Rp 2 miliar kepada PT Sungai Mas Perdana, dengan Andi Rizki sebagai perantara atau perwakilan pembeli.

Melalui kuasa Hukumnya, Eduardus W Gunung, terlapor (Andi Rizki) tidak menyerahkan seluruh uang penjualan tanah tersebut kepada pemilik tanah. Dalam Akta Jual Beli (AJB) tertanggal 18 Januari 2019, tanah tersebut telah dibeli senilai Rp 2 miliar. Pembeli ( PT Sungai Mas Perdana) sudah menyerahkan uang melalui Terlapor ( Andi Rizki). Namun, Terlapor justru tidak menyerahkan uang dimaksud kepada pemilik tanah.

“Pemilik tanah hanya menerima uang jual beli tanah dari Ibu Andi Riski sebesar Rp 125 juta. Sedangkan sisanya senilai Rp 1.875.000.00 belum diberikan kepada pemilik tanah. Anehnya, Ibu Andi Riski mengklaim seluruh uang jual beli tanah sudah diserahkan kepada pemilik tanah,” beber Eduardus.

Masih menurut Eduardus, terdapat fakta lain, yakni pada November 2018 lalu, Terlapor telah menyerahkan sejumlah kwitansi kosong kepada pemilik tanah, yang pada saat itu terbaring sakit di RSUD Merombok. Selain kuitansi kosong, Terlapor juga diketahui meminta Ibu Aisah untuk membubuhkan cap jempol pada kwitansi kosong tersebut.

Hal ini pun berlanjut  pada saat itu, AJB diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Bili Yohanes Ginta, pada Januari 2019, sedangkan Ibu Aisah diketahui telah meninggal dunia  pada Desember 2018.

“Kita juga menemukan keanehan pada saat penandatangan AJB di Kantor Notaris Bili Yohanes Ginta, di mana pihak penjual tidak bertemu pembeli. Seharusnya, penjual dan pembeli harus berada bersama di Kantor PPAT,” jelas Edu. (334)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.