Naori Miyazawa Subak di Bali Aset yang Perlu Dipertahankan Keberlangsungannya

Workshop internasional mengusung tema “Toward The Sustainable Development Through Agriculture Practises” di Dwijendra University.

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Naori Miyazawa, Ph.D
Tamatan School of International Development Nagoya University, Jepang yang ditemui di Dwijendra University, Rabu (15/1/2020) selaku narasumber di acara Workshop International di Dwijendra University memandang Subak sebagai suatu sistem pertanian tradisional yang berakar pada adat istiadat masyarakat Bali, layak dipertahankan bahkan dikembangkan. Sistem irigasi pertanian yang dikelola saat ini menjadi aset serta percontohan pertanian dunia, bahkan badan dunia UNICEF PBB mengakui hal itu.

“Beda sistem pertanian di Bali dengan di Jepang. Sekarang di Jepang pertaniannya sudah bergeser ke modernisasi, melupakan sistem pertanian tradisional,” sebut Naori yang sudah tinggal di Bali selama dua tahun untuk melakukan riset soal subak.

Subak dikatakan Naori Miyazawa sangat unik sangat kuat dengan budaya Bali. Namun dengan mulai bergeraknya ekonomi dan tergerusnya lahan subak, maka diperlukan strategi untuk menyelamatkan keberlangsungan subak ditengah gempuran modernisasi pertanian.

“Melalui workshop kali ini kita melakukan komparasi pertanian Jepang dan Bali, bisa belajar bersama, mendapatkan input bagaimana keberlangsungan kedepannya melalui berbagai strategi,” tukasnya.

Diakui sistem pengairan subak sangat unik dan dipertahankan hingga kini, ini yang menjadi aspek paling penting. Dan yang paling penting keberlangsungan subak di Bali adanya dukungan dari pemerintah yang dilihat Naori merupakan kolaborasi yang bagis antara pemerintah, masyarakat dan adat.

“Kondisi ini tentu bisa dimanfaatkan keberlangsungan subak melalui pengembangan pariwisata berbasis pertanian,” katanya lagi.

Tujuan pengembangan pariwisata berbasis pertanian, disebutkan tidak lain untuk meningkatkan perekonomian masyarakat melalui sektor pariwisata berbasis pertanian.

“Subak memiliki potensi yang bagus untuk membentuk komunitas bisnis,” tukasnya.

Meski demikian saru hal yang tidak boleh ditinggalkan menurut Naori Miyazawa yaitu bagaimana dengan fungsinya keberadaan subak mesti mampu menarik minat generasi muda untuk berkecimpung mengelola subak.

“Misal, melalui digitalisasi generasi muda bisa terlibat, apalagi sekarang era revolusi industri 4.0, tentu peluang itu terbuka lebar,” tuturnya.

Sedangkan Rektor Dwijendra University, Dr Gede Sedana, M.Sc., MMA., menimpali apa yang disampaikan Naori Miyazawa dengan menambahkan, output dari dari workshop kali ini paling tidak bisa memberikan rekomendasi pada pemerintah tentang apa yang mesti dilakukan untuk menjamin keberlangsungan pertanian kita. Ia menganggap sektor pertanian di Bali akan mengalami ancaman yang serius bila tidak ditangani secara keroyokan.

“Ada beberapa hal yang dimunculkan melalui workshop kali ini yaitu, penerapan teknologi pertanian, jaminan pada para petani, mengajak kembali generasi muda menekuni sektor pertanian, mendorong kebijakan pemerintah di sektor pertanian,” sebut Gede Sedana.

Hal-hal input ini perlu diberikan pada petani disamping juga output seperti kebijakan pajak yang mesti diberikan pemerintah pada para petani juga jaminan produk pertanian bisa diterima dengan harga yang layak.

Dekan Fakultas Pertanian Dwijendra University, Ir. Ni ketut Karyati, M.P., menambahkan kegiatan workshop internasional ini mengusung tema “Toward The Sustainable Development Through Agriculture Practises” yang diikuti oleh para peneliti dari Prancis, Jepang, Jerman, dosen, pemerintah daerah dan mahasiswa. (473)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.