Tempati Lahan Milik Pemprov, Warga Sumberkima Terancam Diusir

Warga Banjar Dinas Sumber Pao,Desa Sumberkima,Gerokgak diberi ultimatum oleh Satpol PP Provinsi Bali, Selasa (7/1/2020).

SINGARAJA | patrolipost.com – Puluhan warga petani Banjar Dinas Sumber Pao, Desa Sumberkima, Gerokgak, Kabupaten Buleleng terancam terusir dari tempat tinggalnya selama ini. Mereka dianggap menempati lahan milik Pemprov Bali seluas 1,4 hektar tanpa alas hak.

Sebagai peringatan terakhir sebelum diusir, Satpol PP Pemprov Bali dibawah kendali Dewa Nyoman Rai Dharmada memberi ultimatum kepada 33 KK  untuk segera angkat kaki dari tempat itu. Ultimatum itu menurut Dharmada sudah melalui tahapan SP 1 sampai SP 3.

Hal itu disampaikan Dharmada di depan puluhan warga yang diundang untuk hadir di Kantor Satpol PP Buleleng, Selasa (7/1/2020).

Dalam pertemuan mediasi itu, Dandim 1609/Buleleng Letkol Inf Muhammad Windra Lisriyanto SE MIK, hadir bersama Kapolsek Gerokgak Kompol Widana, Camat Gerokgak Juartawan, Kasat Pol PP Buleleng Putu Dana, serta Kepala UPT Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemprov Bali Ketut Nayaka.

Dalam pertemuan terungkap, warga dianggap menempati tanah Pemprov Bali dengan cara disewa. Namun belakangan warga tidak lagi membayar sewa sehingga, menurut Dewa  Dharmada, menjadi temuan dalam audit BPK dan harus ditindaklanjuti dengan penertiban.

“Kita berkali sudah lakukan negosiasi, namun tidak ada respon. Sehingga hari ini saya serahkan SP3 agar warga segera mengosongkan lahan yang ditempati,” tegas Dharmada.

Atas ultimatum itu, anggota DPRD Buleleng H Mulyadi Putra yang diminta warga sebagai pendamping meminta agar diberikan tenggat waktu untuk melakukan proses penyelesaian melalui mekanisme yang ada.

“Kita akan mengikuti mekanisme  dan sesuai peraturan agar lahan yang ditempati maupun lahan garapan diserahkan kepada masyarakat,” ujar politisi PKB ini.

Tak hanya itu, H Mulyadi mengatakan, warga secara turun temurun sejak tahun 1939 telah menempati lahan tersebut sehingga pemerintah hendaknya mempertimbangkan opsi agar lahan itu diberikan kepada warga.

“Intinya warga menolak digusur dan membayar sewa, pemerintah hendaknya bijak mempertimbangkan opsi lain selain  menggusur,” ucapnya.

Pertemuan akhirnya bubar setelah pihak warga meminta tenggat waktu 1 bulan untuk menempuh jalur lain selain opsi penggusuran.

Sementara itu, Ketut Nayaka dalam keterangannya mengatakan, lahan yang ditempati warga salah pemanfaatan. Karena lahan tersebut merupakan lahan pertanian, sehingga dalam audit BPK hal itu menjadi temuan.

“Itu yang membuat kita bergerak di semua aset milik pemprov yang tidak sesuai pemanfaatan akan dilakukan penertiban dan legalisasi,” ujarnya.

Terkait warga enggan menyewa lahan tersebut, Nayaka menjelaskan, berawal pada tahun 1980, dimana saat itu warga yang mendiami lahan tersebut mengajukan  hak kepemilikan kepada pemerintah. Namun permohonan mereka ditolak. Sejak itu, warga menghentikan pembayaran sewa kepada pemerintah.

“Warga pernah mengajukan hak kepemilikan setelah sebelumnya rutin membayar retribusi. Namun sejak permohonan ditolak, warga tidak lagi membayar uang sewa,” tandasnya. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.