Gereja Katolik Gelar Pendidikan Dasar Gerakan Tanpa Kekerasan

DENPASAR | patrolipost.com – Kekerasan masih menjadi wajah buram yang kerap kali mewarnai kehidupan masyarakat dengan berbagai modus dan penyebabnya. Kekerasan tidak saja menyebabkan penderitaan bagi korban tetapi dapat menghancurkan keadaban publik termasuk rusaknya keadilan dan kedamaian. Melawan kekerasan dengan kekerasan tentu bukan hanya sikap yang tidak bijaksana tetapi dapat menimbulkan masalah baru.
Realita itu yang mendorong Keuskupan Denpasar melalui Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) menggelar pendidikan dasar Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan (GATK). Kegiatan di aula Keuskupan Denpasar.ini menghadirkan dua fasilitator dari KKP-PMP Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Rm Aegidius Eka Aldilanta O.Carm (Sekretaris Eksekutif KKP-PMP KWI) dan Sr Amanda OSU (GATK KWI).
Narasumber lainnya adalah Uskup Denpasar, Mgr Silvester San yang membahas secara khusus terkait GATK dari sudut pandang biblis (Kitab Suci). Pendidikan dasar GATK ini diikuti sekitar 50 peserta yang merupakan fungsionaris pastoral dan para aktivis gereja dari berbagai paroki dan kelompok kategorial Gereja di Bali. Kegiatan ini berlangsung tiga hari, 30 Agustus – 1 September 2019, diawali perayaan ekaristi, dipimpin Uskup Denpasar.
Perayaan ekaristi acara penutupan dipimpin Direktur Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Denpasar, RD Herman Yoseph Babey. Tujuan utama kegiatan ini untuk mempromosikan keadilan dan perdamaian melalui gerakan aktif tanpa kekerasan. Ketua KKP-PMP Keuskupan Denpasar, Yosep Yulius Diaz, dalam laporannya, menyampaikan, terkait dengan kegiatan ini, tentu yang menjadi pertanyaan banyak orang, apa itu GATK.
Dan, hal itu, kata dia, adalah pertanyaan yang wajar dari banyak orang, yang ingin tahu lebih dalam. “Dalam proses, apa yang didapatkan dari pertemuan singkat selama itga hari ini kiranya menjadi bekal kita bagaimana cara terbaik dalam menghadapi kekerasan, sekaligus dapat ditularkan kepada orang lain. Bisa dimulai dari lingkungan terdekat kita, terutama dalam mempromosikan keadilan dan perdamaian tanpa kekerasan,” ungkapnya.
Sekretaris Eksekutif KKP-PMP KWI, Rm Eka Aldilanta, mengatakan, melalui kegiatan ini Gereja ingin mendidik diri terutama dalam konteks pastoral (pelayanan) supaya senantiasa berjuang mewujudkan keadilan dan perdamaian serta keadaban publik tanpa kekerasan. Karena itu, penanaman nilai-nilai Kristiani seperti mengembangkan ajaran cinta kasih jadi sangat penting bagi seluruh umat lebih khusus fungsionaris pastoral dan aktivis Gereja.
Mgr Silvester selaku pemimpin Gereja Katolik di Bali dan NTB memberi atas dilaksanakannya kegiatan ini karena sangat aktual dengan kondisi bangsa Indonesia. Saat ini, negeri kita ini masih diwarnai oleh berbagai tindakan kekerasan, seperti pelanggaran HAM, persoalan agraria, gerakan intoletansi, gerakan diskriminasi, ekstrimisme, termasuk juga kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga yang menimpa anak-anak, perempuan dan sebagainya.
“Saya sangat apresiasi dilaksanakannya kegiatan ini. Acara ini sangat positif karena memberikan wawasan, bekal dan penanaman nilai-nilai bagi para fungsionaris pastoral dan para aktivis Gereja ketika berhadapan dengan kekerasan yang cukup marak di tengah masyarakat,” katanya. Uskup juga mengingatkan bahwa kekerasan dewasa ini banyak juga dipicu oleh media komunikasi, seperti media sosial melalui berita-berita hoax maupun bersifat provokasi.
Umat Katolik diharapkan bijaksana dalam memanfaatkan media sosial. Selama tiga hari, para peserta dibekali materi tentang penyadaran terhadap kekerasan yang terjadi di sekitar, memahami cara menyikapi atau menghadapi kekerasan. Dilengkapi juga dengan tinjauan Biblis terkait gerakan tanpa kekerasan. Di salah satu sesi, peserta juga diajak melakukan simulasi menghadapi situasi yang mengarah pada tindakan kekerasan.
Contoh kasusnya adalah menghadapi kelompok yang intoleransi atau diskriminatif. Dalam simulasi ini pesertapun langsung mengalami teknik negoisiasi dan menemukan solusi terhadap situasi yang terjadi. Melalui simulasi itu, para pengurus paroki mengantar peserta masuk pada refleksi dan analisa terkait munculnya kekerasan dan bagaimana langkah antisipasi maupun solusi jika berhadapan dengan masalah yang sesungguhnya. (ray)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.