LBH Apik Bali Diskusikan Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Sekretaris umum LBH Apik Bali Luh Putu Anggreni, SH dan Kegiatan LBH Apik Bali Bedah Kasus Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), Kamis (12/12).

DENPASAR | patrolipost.com – Sejumlah pihak terkait menggelar diskusi tentang kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Peserta bersepakat bahwa penanganan ABH harus mempertimbangkan berbagai aspek serta berpedoman kepada UU RI No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Dalam diskusi yang berlangsung di Kubu Kopi Denpasar, Kamis (12/12), penggagas kegiatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Bali menghadirkan narasumber Hakim Ifa Sudewi, psikiater dr AA Sri Wahyuni, dan akademisi Undiknas Agung Ulan, serta puluhan peserta.

Sekretaris Umum LBH Apik Bali Luh Putu Anggreni SH mengatakan, isu-isu kasus ABH masih berkisar seputar ketidakadilan pihak-pihak terkait dalam memberikan hukuman kepada anak. Oleh karena itu perlu dibahas sejauh mana implementasi penerapan UU RI No 11 Tahun 2012 tentang System Peradilan Anak di lapangan.

“Kita juga ingin mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus ABH. Makanya kita juga menghadirkan hakim dalam diskusi ini,” katanya.

Anggreni menuturkan, hasil diskusi ini diharapkan menjadi masukan kepada jaksa dan hakim dalam menuntut dan memutus perkara anak. Apakah hukuman yang diberikan terhadap anak sudah sesuai dengan UU serta memenuhi rasa keadilan.

“Misalnya, ada anak divonis 6 bulan karena melakukan tindak pidana pengedaran narkoba. Namun kemudian yang bersangkutan mengulang lagi perbuatannya sehingga divonis 8 tahun penjara. Ini dianggap tidak adil sebab, ada kasus anak yang membunuh hanya ditahan 4 tahun, sedangkan kasus narkoba 8 tahun,” tuturnya.

Sementara itu Hakim Ifa Sudewi mengungkap bahwa setiap hakim memiliki keputusan sendiri dalam menghadapi kasus ABH. Penanganannya sangat ketat dan memiliki ruangan terpisah dalam menangani kasus pidana anak. Tidak hanya dalam persidangannya, tapi juga dalam proses penangangan perkaranya.

“Penanganan tidak sembarangan dalam perkara anak mendapat prioritas. Dalam menjatuhkan pidana kepada anak diberi keputusan sesuai dengan tindakan yang diperbuat,” ujar Ifa Sudewi.

Sedangkan psikiater Dr AA Sri Wahyuni menyebutkan bahwa dalam kasus ABH, seperti apapun kondisinya, anak adalah korban bukan pelaku. Dasar pembentukan karakter dan kepribadian seseorang anak berawal dari pertumbuhan dan perkembangannya dalam lingkungan keluarga. Bagaimana seorang anak diperlakukan oleh keluarganya mempengaruhi cara seorang anak bersikap.

“Anak tidak bisa bisa disalahkan. Kesalahan mereka tidak selalu timbul dari individu, penyebab paling kompleks masalah rumah tangga dan lingkungan sekitar,” tandas  Sri Wahyuni. (cr02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.