Gegara “Mainkan” Bos Maspion, Sudikerta Dituntut 15 Tahun

Mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudirta akhirnya dituntut 15 tahun penjara dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (12/12/2019).

DENPASAR | patrolipost.com –  Sidang kasus penipuan, pengelapan, pemalsuan surat dan TPPU senilai Rp 150 miliar yang menjerat mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta (51), kembali digelar di PN Denpasar, Kamis (12/12/2019). Dalam sidang beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, politisi senior itu harus menerima kenyataan pahit. Pasalnya, dia dituntut pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsidair 6 bulan kurungan.

Di hadapan majelis hakim diketuai Esthar Oktavi, tim JPU yang dikomandoi Jaksa I Ketut Sujaya menilai perbuatan Sudikerta telah melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 UU RI No 8 tahun 2009 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Bacaan Lainnya

“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan, dan denda Rp 5 miliar subsidir 6 bulan kurungan,” tegas Jaksa Ketut Sujaya saat membacakan amar tuntutanya.

Atas putusan ini, Sudikerta menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukumnya untuk mengajukan pembelaan tertulis (pledoi). Pembelaan itu akan dibacakan pada sidang pekan depan.

Kasus ini berawal saat Sudikerta bersama Wayan Wakil dan Ngurah Agung (terdakwa berkas terpisah) melakukan proses penggantian sertifikat hak milik (SHM) No:5048 seluas 38.3650 M2 atas nama Puri Luhur/Jurit Ulumatu Pecatu, yang terletak di Kelurahan Jimbaran, Kuta Selatan, Badung pada 4 Mei 2011.

Mereka melakukan itu karena mengetahui bahwa SHM asli dari tanah tersebut tersimpan di notaris Ni Nyoman Sudjarni yang dititipkan oleh  I Gede Made Subakat, Anak Agung Ngurah Gede Agung (almarhum), dan I Made Rame, pada 11 Agustus 2000, tidak bisa diambil oleh siapa pun maupun oleh sepihak dari ketiganya.

“Proses permohonan penggantian sertifikat tersebut karena ada keinginan dari ketiga terdakwa untuk mendapat keuntungan dengan tujuan menjual tanah tersebut,” beber Jaksa dalam salah satu dakwaan kombinasinya.

Kerena untuk mendapat keuntungan yang besar, ketiga terdakwa melakukan penggantian sertifikat secara diam-diam tanpa sepengetahuan I Gede Made Subakat selaku pihak yang berkepentingan. Lalu pada tanggal 11 Mei 2011, BPN Badung mengukur ulang tanah  tersebut dan di sebelahnya sehingga menerbitkan SHM No:5048 seluas 38.3650 M2 atas nama Puri Luhur/Jurit Ulumatu Pecatu dan  SHM No.16249 seluas 3.300 M2 atas nama Wayan Wakil yang ditanda tangani oleh Kepalda BPN Badung  Tri Nugraha.

Lalu, pada tahun 2013 ketika Sudikerta masih menjabat sebagai Wakil Bupati Badung menjual tanah tersebut kepada korban Alim Markus yang hendak berinvestasi di Bali.  Politikus kelahiran Pecatu, Badung ini mengaku bahwa dua bidang tanah tersebut adalah milik PT Pecatu Bagun Gemilang yang merupakan miliknya.

Singkat cerita, Alim Markus pun tergiur berinvestasi untuk membangun villa dan hotel di atas tanah tersebut. Namun bukan dengan konsep pembelian namun dengan sistem kerja sama antara Alim Markus dan Sudikerta. Sehingga pada 14 Desember 2013  dibuat atkta perjanjian No 37 dan akta perjanjian pendirian PT Marindo Gemilang No 38 dengan kesepakatan yakni PT Marindo Investama milik korban Alim Markus memiliki saham sebesar 55 persen senilai Rp 149 miliar lebih dan kepemilikan saham PT Pecatu Bangun Gemilang sebesar 45 persen yakni Rp 122 miliar lebih.

Ternyata sebelum melakukan transaksi dengan Alim Markus, pada tanggal 13 Mei 2013,  Sudikerta telah menjual tanah dengan SHM No.16249 seluas 3.300 M2 atas nama I Wayan Suandi kepada  Herry Budiaman seharga Rp 16 Miliar.

Namun transaksi dengan korban Alim Markus tetap berlanjut dengan  melakukan pelepasan hak terhadap 2 bidang tanah tersebut yakni SHM No:5048 seluas 38.3650 dilepas haknya oleh terdakwa Ngurah Agung kepada Alim Markus dengan mendapat uang ganti rugi sebesar Rp 38.650.000.000,dan SHM No.16249 seluas 3.300 M2  dilepas haknya oleh I Wayan Suandi kepada Gunawan Primabodo selaku Direktur PT Pecatu Gemilang dengan uang ganti rugi sebesar Rp 3.300.000.000

Setelah pelepasan hak atas 2 bidang tanah tersebut, korban Alim Markus kemudian mentranfer uang sebesar Rp 150 Miliar ke rekening milik PT Pecatung Gemilang. Namun dana tersebut digunakan Sudikerta untuk berbagai keperluannya dan mengalir ke beberapa pihak. Diantaranya, untuk merenovasi rumahnya senilai Rp 120 juta, membayar ruko Sanur yang ditempati Togar Situmorang (eks pengacara Sudikerta) senilai Rp 4,5 miliar.

Lalu, sebanyak Rp 5 miliar diberikan Kepala BPN Badung Tri Nugraha, Rp 2 miliar untuk ajudannya bernama Sanjaya dan Rp 160 juta untuk Triadi. Sebanyak Rp 85 miliar diberikan kepada adik iparnya bernama Herry Trisna Yuda. Dari Herry ada pencarian deposito senilai Rp 5 miliar untuk anak Sudikerta bernama  Winda. Lalu, kepada Wayan Wakil sekitar Rp 47 miliar dan Rp 5 Miliar untuk Anak Agung Ngurah Agung.

“Bahwa kemudian dari aliran uang terdakwa Sudikerta digunakan antara lain untuk membeli barang tidak bergerak dan bergerak dan telah dilakukan penyitaan,” beber Jaksa.

Adapun hasil pencucian uang dari ketiga terdakwa yakni Sudikerta membeli tanah atas SHM No 16249 seluas 3.300 M2, dan sebidang tanah seluas 270 M2 beserta bangunan yang terletah di Sanur Kauh, Densel. Sedangkan I Wayan Wakil dan Ngurah Agung  membeli dua bidang tanah seluas 10.100 M2 dan 15.000 M2 di desa Batuangung, Jembrana, satu bidang, sebidang tanah seluas 13.550 M2 di Desa Pohsanten, Jembrana, dan satu mobil merk Daihatsu No Polisi DK 1312 QU. (426)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.