Kasus Sudrajad, KPK Buka Peluang Periksa Ketua MA dan Hakim Agung

hakim 55555
KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati serta sejumlah pegawai di MA sebagai tersangka kasus dugaan suap. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memeriksa Ketua Mahkamah Agung (MA) HM Syarifuddin dan hakim agung lainnya dalam kasus dugaan suap yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Selain Sudrajad, terdapat sejumlah pegawai MA yang juga ditetapkan sebagai tersangka.

“Sepanjang diduga tahu perbuatan para tersangka, tentu pasti siapapun akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Minggu (25/9/2022).

Ali mengatakan, pemeriksaan saksi merupakan bagian dari kebutuhan penyidikan. Menurut Ali, ketika seorang dipanggil sebagai saksi, maka pihak tersebut disinyalir dapat mengungkap suatu perkara menjadi lebih terang.

“Penyidik memanggil saksi karena ada keperluan agar lebih jelas dan terang perbuatan para tersangka,” tegas Ali.

Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati ternyata sempat menemui Ketua Syarifuddin pada Jumat (23/9) pagi, sebelum menyerahkan diri ke KPK. Dia menemui Syarifuddin untuk menjelaskan kasus yang menyeretnya menjadi tersangka KPK.

“Pagi tadi Pak SD (Sudrajad Dimyati) masuk ke kantor dan sempat mendatangi pimpinan MA,” ucap Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9).

Dimyati, kata Zahrul, bertemu Syarifuddin untuk menyampaikan bahwa dirinya dipanggil oleh KPK. Dalam pertemuan itu, Ketua MA menanyakan perkara yang membuat Sudrajad menjadi tersangka.

Syarifuddin juga menanyakan siapa saja yang terlibat dalam perkara itu. Zahrul menegaskan, pertemuan tersebut wajar. Sebab, sebagai hakim agung, Sudrajad ingin melaporkan sesuatu kepada atasannya, yakni Ketua MA.

“Dia cuma sowan,” tegasnya.

KPK sebelumnya telah menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Diduga, Sudrajad menerima suap senilai Rp 800 juta melalui hakim yustisial atau panitera pengganti MA, Elly Tri Pangestu.

Selain Sudrajad, KPK juga turut menetapkan Elly Tri Pangestu dan delapan orang lainnya sebagai tersangka. Delapan orang itu di adalah Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Perkara ini terkait dugaan suap pengurusan perkara perdata berupa kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Permohonan kasasi itu bermula dari pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.

Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko kepada Desy sebesar SGD 202.000 atau senilai Rp 2,2 miliar. Kemudian oleh Desy Yustria membagi lagi, dengan pembagian, Desy menerima sekitar 250 juta, Muhajir Habibie menerima sekitar Rp 850 juta, Elly Tri Pangestu menerima sekitar Rp 100 juta dan Sudrajad menerima sekitar Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly Tri.

Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit. (305/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.