Lahan Otorita di Kawasan Bowosie Labuan Bajo Dikembangkan dengan Konsep Wisata Alam

hutan bowosie
Kawasan hutan Bowosie yang akan dikelola menjadi kawasan wisata terpadu. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina menyampaikan pengembangan kawasan wisata terpadu dan terintegritas pada lahan otorita dalam kawasan Bowosie akan mengedepankan konsep Ecotourism atau wisata alam.

“BPOLBF sedang melakukan pengembangan kawasan yang basisnya ecotourism yang ramah lingkungan dan sangat memperhatikan siklus hidrologi,” ujar Shana, Senin (25/07).

Bacaan Lainnya

Pengelolaan kawasan Wisata Terpadu diketahui telah dimulai dengan proses pembukaan akses masuk menuju kawasan tersebut. Pengelolaan kawasan Hutan Bowosie, kata Shana, tidak hanya menciptakan ruang bermain untuk manusia, tetapi menciptakan ruang untuk bermain bagi hewan dan segala macam habitat yang ada di dalamnya. Termasuk komitmen BPOLBF dalam menjadikan lahan Otorita sebagai Landmark kawasan biosfer komodo

“Menjadi komitmen BPOLBF merevitalisasi semuanya, sehingga ketika orang datang, akan kagum dan berkata oh, inilah keanekaragaman hayati yang ada di Labuan Bajo dan Manggarai Barat,” jelasnya.

Untuk itu perlu dilakukannya peremajaan kembali ekosistem yang ada sehingga keanekaragaman hayati dan cagar biosfer Komodo dimunculkan kembali.

“Pertanyaannya adalah, misalkan saat ini burungnya ada 10, bisa nggak jadikan 100? Bisa dong. Gimana caranya? Kita ciptakan habitatnya. Itu yang saya sampaikan bahwa kita meremajakan kembali ekosistem yang ada, sehingga keanekaragaman hayati dan cagar biosfer komodo dimunculkan kembali,” tegas Shana.

Lebih jauh Shana menjelaskan konteks pembangunan pada lahan otorita ini hanya memanfaatkan 17 % dari total luas lahan 400 Ha yang diberikan KLHK. Adapun lahan 400 Ha ini adalah sekitar 1.98 persen dari luas seluruh Kawasan Hutan Bowosie  yang mencapai 20.193 hektar.

Kondisi sebagian besar hutan yang telah gundul pun mengharuskan peremajaan hutan menjadi konsentrasi utama dalam mengembangkan kawasan wisata terpadu dan terintegrasi.

“Sehingga kami juga rada bingung yang disampaikan hutan itu yang mana. Orang-orang mungkin bertanya, kalau begitu badan otorita mengamini dong memanfaatkan hutan? Ya apa bedanya? Tentu tidak seperti itu,” ujar Shana.

Salah satu upaya yang akan turut dilakukan adalah program penanaman bambu. Mengingat Pulau Flores sendiri merupakan pulau yang potensial dengan tanaman bambu, namun belum cukup banyak resort yang menggunakan bambu, sehingga tanaman bambu memiliki potensi ekonomi yang sangat potensial untuk dimanfaatkan.

“Ruang-ruang kosong ini juga akan menjadi integrasi showcase-nya bambu-bambu yang ada di Manggarai Barat, Flores dan NTT seluruhnya,” jelasnya

Selain itu Shana menyebutkan, dari total luasan hutan Bowosie sebesar 20 ribu hektar lebih ini, lahan dibangunnya kawasan wisata terpadu ini tidak berada pada tangkapan air sehingga tidak mengganggu keberadaan mata air dalam kawasan ini.

“Nah, untuk posisi lahan Otorita sendiri berada daerah distraksi atau tempat airnya keluar. Bukan tempat air itu ditangkap. Sementara untuk penangkapan air itu berada di kawasan Mbeliling sana dan namanya masih hutan Bowosie,” ujarnya.

“Sehingga ketika kita mengkonservasi, misalkan pembalakan liar itu berada di daerah tangkapan air baru akan menyebabkan air tidak bisa mengalir dan siklus hidrologi akan terganggu air tidak akan keluar. Begitupun sebaliknya,” lanjutnya.

Untuk hal ini kata dia, yang akan dilakukan di sini antara lain tidak akan menggunakan air tanah yang ada di Lahan Otorita, tapi mengunakan air yang terkoneksi dengan SPAM perkotaan yang sudah didesain oleh Kementerian PUPR.

“Artinya lokasi yang akan kita bangun ini tidak menggunakan air tanahnya, tetapi kita menggunakan air SPAM perpipaan di perkotaan,” tegasnya

Selain itu kata dia, pihaknya akan memanfaatkan sistem daur ulang air, sehingga air yang tidak terpakai akan digunakan kembali untuk penyiraman tanaman. Selain itu juga akan ditambah dengan memaksimalkan titik titik penampungan air hujan yang ada.

“Kita lihat alam ini sangat cerdas, dia bisa pulih. Sehingga kehadiran kami untuk mempercepat pemulihan tersebut. Sehingga dengan menjaga hutan di situlah kelestarian kembali dan akhirnya orang bisa melihat Labuan Bajo yang seratus tahun lalu dan kembali ke hari ini akan tetap sama,” tutupnya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.