Blangkon dan Udeng Sering Dipakai Bersama Busana Adat Manggarai, Dinas Kebudayaan Perlu Meluruskan

pakaian adat
Ilustrasi Busana Adat Pria Manggarai. (ist)

BORONG | patrolipost.com – Kekhasan busana adat Manggarai kini mulai pudar dan bergeser tak karuan. Sudah banyak, terutama kaum pria malah menggunakan tutup kepala yang bukan kekhasan Manggarai. Sebagai contoh, hadir pada acara adat Manggarai menggunakan kain songke, selendang songke, baju putih, namun menggunakan Blankon (Jawa) atau Udeng (Bali) sebagai penutup kepala.

“Kain penutup kepala orang Manggarai biasanya disebut ‘sapu’. Sapu merupakan sebuah kain dengan motif mirip batik yang diikatkan pada kepala pria saat acara adat. Selain itu ada jenis topi khas Manggarai, topi songke atau topi anyaman dari daun pandan (songkok Re’a),” jelas Kraeng Bernadus, seorang tokoh di Lambaleda Selatan, Manggarai Timur, kepada patrolipost.com, Minggu (17/7/2022).

Keresahan yang sama pun disampaikan Emanuel Dewata Oja, seorang tokoh asal Manggarai yang berdomisili di Denpasar Bali. Dalam unggahannya, ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Cabang Bali tersebut menilai, penggunaan Blangkon dan Udeng sudah melenceng dari tatanan adat Manggarai pada umumnya.

“Nah, pada tutup kepala jenis inilah sekarang sudah mulai rancu. Banyak orang malah memakai pakaian adat dengan tutup kepala langsung memakai Blangkon atau Udeng. Menurut saya penggunaan Blangkon atau udeng ini sudah tidak lagi sesuai dengan kelengkapan busana adat laki-laki Manggarai,” jelasnya melalui media Facebook.

Oleh karena itu, kata Edo,  untuk menghindari kerancuan seperti ini, ada baiknya Dinas Kebudayaan Manggarai meluruskan penggunaan tutup kepala dari destar (bahasa Manggarai: Sapu) agar kerancuan seperti ini bisa dihentikan, terutama untuk acara-acara adat resmi.

Selanjutnya, Edo menerangkan dirinya sering melihat kerabatnya (orang Manggarai)  memakai pakaian adat, kemeja putih dan bersarung kain sarung songke sampai mata kaki (tengge juir). Pakaian adat orang Manggarai biasanya juga dilengkapi tutup kepala, bisa topi re’a (topi berbentuk songkok anyaman daun pandan yang biasa digunakan sebagai bahan anyaman tikar).

Edo melanjutkan, di Manggarai Barat orang juga menamainya Jongkong Wangka. (Jongkong artinya topi dan Wangka artinya sampan/perahu kecil) karena bentuk songkok re’a itu seperti sampan terbalik, dimana bagian bawah yang terbuka lebih besar dari bagian atasnya yang dianyam tertutup sehingga menjadi lebih kecil.

Fenomena pergeseran seperti penggunaan atribut lain sebagai penutup kepala berbusana adat Manggarai sudah menyebar di tanah Manggarai. Hal tersebut semakin memudarkan kekhasan busana adat Manggarai terutama untuk kaum pria. Oleh karena itu, seperti kata Edo, peran Dinas Kebudayaan Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur sangat diperlukan untuk kembali menegaskan kekhasan busana adat Manggarai, terutama untuk tutup kepala pria. (pp04)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.