Perjuangan Gus Adit, Penyandang Disabilitas di Tengah Himpitan Krisis Pandemi Covid-19

difabel
Penyandang difabel netra, Ida Bagus Aditya Putra Pidada saat di ruang pijat terapisnya. (yani)

DENPASAR | patrolipost.com – Dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia hingga kini sangat memukul perekonomian Bali yang tergantung kepada pariwisata. Semua sektor kehidupan diterpa krisis serta mengalami guncangan. Tidak terkecuali jasa terapis pijat yang banyak beroperasi melayani wisatawan yang berkunjung ke Bali.

Seorang penyandang difabel netra asal Bali, Ida Bagus Aditya Putra Pidada atau kerap disapa Gus Adit (26) yang berprofesi sebagai terapis pijat juga merasakan dampak pandemi Covid-19. Beruntung Gus Adit juga memiliki kerja sampingan sebagai penyiar radio serta penulis sehingga masih bertahan hingga kini.

Bacaan Lainnya

Lebih dari 2 tahun Bali tanpa kunjungan wisatawan manca negara. Turis yang biasanya memenuhi objek-objek wisata tak terlihat lagi. Area-area utama seperti Ubud, Kuta dan Sanur sontak sepi. Banyak usaha tutup, baik sementara maupun permanen. Salah satu ruangan di rumah Gus Adit yang dijadikan tempat pijat dan kerap didatangi pelanggan, baik dari Bali maupun luar Bali, juga kosong sepanjang pandemi.

“Kami hanya bisa menunggu keadaan membaik dengan sendirinya, sambil terus menyerap informasi dari berbagai sumber, dan memperhatikan perkembangan situasi umum di masa yang penuh ketidakpastian,” ujar Dus Adit ditemui di tempat terapisnya, Jl Pantai Sindhu No 5, Sanur, Denpasar.

Gus Adit dan rekan-rekan sesama terapis pijat menjadi sadar betapa besar risiko yang diderita oleh sektor pariwisata, jika tiba-tiba muncul suatu pandemi penyakit, ancaman bahaya keamanan, atau bencana alam.

“Covid-19 membawa perubahan yang sangat besar bagi hampir seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. kejelasan informasi bagi kelompok rentan seperti kami sangat dirindukan, supaya kami bisa mengambil langkah yang tepat dan selamat melalui kondisi ini,” renungnya.

Gus Adit mengaku di masa tersebut masih belum percaya terhadap risiko kesehatan yang bisa diakibatkan oleh Covid-19. Hingga akhirnya pada Agustus 2021 terpapar Covid-19.

“Saya ingat betul, waktu itu saat Hari Kemerdekaan RI saya mengoordinir lomba menyanyi bagi difabel netra. Awalnya saya demam selama tiga hari, lalu mulai mengalami gangguan fungsi penciuman. Setelah dilakukan tes di Puskesmas, ternyata saya positif Covid-19,” tuturnya.

Oleh atasannya di Radio Publik Kota Denpasar, Gus Adit disarankan untuk menjalani pengobatan dan tidak bekerja untuk sementara. Setelah berdiskusi dengan kepala lingkungan tempat tinggalnya di Sanur, maka dipilih opsi untuk isolasi mandiri selama 14 hari.

“Awalnya saya dianjurkan menjalani isolasi terpusat, namun saya bersikeras untuk isolasi mandiri, mengingat saya difabel netra yang tentu memiliki keterbatasan jika mesti isolasi bersama-sama pasien lainnya,” jelasnya.

Gus Adit merasakan urgensi tersedianya informasi yang lengkap mengenai apa yang harus dilalui oleh seorang penyandang disabilitas selama isolasi, dan risiko- risiko yang harus dihadapi, jika isolasi dilakukan secara terpusat oleh Pemerintah. Seperti bagi kebanyakan orang, jatuh sakit bagi difabel netra tentu tidak mengenakkan. Terlebih akibat coronavirus yang banyak merenggut korban jiwa.

“Saya mencoba tetap tenang dan tidak overthinking. Saya beruntung mempunyai keluarga yang dengan telaten merawat saya. Pihak desa dan banjar juga mendukung dengan memberi sembako selama saya menjalani perawatan di rumah,” ungkapnya.

Saat terpapar Covid-19, Gus Adit sebenarnya sudah mengikuti vaksinasi pertama. Protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak bertemu orang banyak juga sudah juga dilakukannya. Gus Adit pun semakin menyadari bahwa Covid-19 nyatanya mengintai sepanjang waktu dan bisa menginfeksi siapa saja.

“Saya mungkin terlalu lelah saat itu dan imunitas tubuh menurun sehingga menjadi rentan terinfeksi Covid-19,” imbuhnya.

Pengalaman berharga tersebut memberinya banyak hikmah. Di masa isolasi, pihaknya menyusun kembali puisi-puisi yang pernah ia tulis, lalu diterbitkan dalam sebuah buku yang bertajuk “Beri Aku Cakrawala” dan memuat 69 puisi dengan tema beragam, pada November 2021 lalu.

Adapun masyarakat umum mungkin mengira penyandang disabilitas – terutama disabilitas netra – tidak mengerti tentang pandemi Covid-19 karena keterbatasan dalam menangkap stimulasi dalam berbagai format. Namun jangan salah, para difabel netra terutama yang berasal dari generasi muda ternyata sangat melek teknologi.

Melalui aplikasi khusus, teman-teman netra bisa menggunakan ponsel pintar layaknya masyarakat non-disabilitas. Perkembangan pandemi Covid-19 bisa diaksesnya melalui internet.

“Menelepon, mengirim dan menerima pesan WhatsApp, bahkan mengikuti pertemuan via Zoom biasa mereka lakukan. Pun membaca artikel dan menonton video di YouTube, berkat teknologi yang semakin canggih saat ini,” tambahnya.

Melalui berbagai pengalamannya, Gus Adit menyimpulkan bahwa terdapat dua sikap yang berkembang di tengah masyarakat yaitu yang percaya bahwa Covid-19 benar-benar sebuah bencana yang nyata, dan ada yang menganggap Covid-19 adalah hasil konspirasi elit global. Dimana virus sengaja diciptakan sebagai senjata biologis untuk membunuh orang dan kemudian mengontrol populasi dunia.

Bagi penyandang disabilitas netra, jelas Gus Adit, keberadaan organisasi sangat penting untuk saling berbagi pengetahuan dan membangun solidaritas. Pihaknya tercatat sebagai anggota Dewan Pengurus Cabang PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Kota Denpasar. Organisasi tersebut memfasilitasi dan memberi kemudahan bagi para difabel netra untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Selain vaksinasi, PERTUNI juga secara rutin membagikan informasi terkait pandemi dan Covid-19 bagi sekitar 80 orang anggotanya di Kota Denpasar. Gus Adit telah menjalani tiga kali vaksinasi, termasuk vaksin booster.

“Komunikasi risiko yang paling penting yakni imbauan kepada difabel untuk selalu disiplin menerapkan Protokol Kesehatan, apalagi kebanyakan dari kami bekerja sebagai terapis pijat,” tukas Gus Adit.

Saat siaran di radio, pihaknya juga tak lelah untuk terus menyampaikan pentingnya menjaga Protokol Kesehatan dan mengajak masyarakat untuk melakukan vaksinasi lengkap. Pesan ini tentunya dikemas termasuk untuk menyentuh rekan-rekan difabel.

Kini, setelah dua tahun berlalu, keadaan mulai membaik. Kasus positif Covid-19 melandai. Sejak April 2022, pariwisata di Bali pun mulai pulih. Para wisatawan domestik maupun mancanegara mulai berdatangan. Senyum para pedagang dan pemilik hotel mulai merekah lagi. Bagi Gus Adit dan kawan-kawan terapis pijat, kondisi ini sangat disyukuri, mengingat perekonomian Bali sebagian besar bergantung pada pariwisata.

Gus Adit mengatakan bahwa hanya dengan kerja sama yang baik dari semua pihak, Indonesia bisa bertransisi dengan baik dari kondisi pandemi menjadi endemi. Artinya masyarakat mulai bisa hidup dalam kenormalan baru, beradaptasi dan berdamai dengan virus Covid-19, sambil tetap waspada dan terus melakukan tindakan pencegahan dengan Prokes.

“Difabel adalah kelompok rentan, jangan sampai mereka terluput untuk terus menerus diberikan informasi pencegahan Covid-19. Atau sebaliknya, kelompok difabel merasa eksklusif dan menganggap remeh pandemi Covid-19. Difabel juga harus tetap taat Prokes agar terhindar dari virus – terutama ketika kehidupan sosial dan ekonomi mulai pulih seperti saat ini. Bagaimana pun juga, mencegah lebih baik daripada mengobati, jangan sampai kita lengah,” tegas Gus Adit.

Pengalamannya berhasil bertahan hidup dari ganasnya Covid-19 tersebut dituangkan dalam puisi berjudul “Puisi Senyap” yang petikannya berbunyi:

Panggil aku Covid-19!

Sebuah kamuflase evolusi dari keniscayaan tanpa ragu dan belas kasihan, aku akan mendusta nafas kalian!

Bagai elang kelaparan yang memangsa habis seluruh ikan-ikan Izinkan aku menjadi perwakilan seleksi alam

Wahai para makhluk berkatub serakah Aku juga ingin bertahan hidup Bermain riang dengan jiwa dan nyawa

Sampai nanti inangku mati terlentang dingin di tanah. (030)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.