Nasib Guru Kontrak: 13 Tahun Bolak-balik Jembrana – Buleleng

I Made Gunawan (54), guru kontrak asal Desa Tuwed, Kecamatan Malaya, Jembrana,

NEGARA | patrolipost.com – Pahlawan tanpa tanda jasa merupakan gelar yang selalu tersemat kepada setiap guru di Indonesia. Termasuk I Made Gunawan (54), guru kontrak asal Desa Tuwed, Kecamatan Malaya, Jembrana yang selama 13 tahun menempuh jarak 60 kilometer pulang pergi mengajar antar kabupaten Jembrana – Buleleng.

Senyum dan untaian harapan I Made Gunawan merupakan satu dari puluhan guru di Kabupaten Jembrana yang berharap nasibnya lebih baik di Hari Guru Nasional (HGN) 2019 ini. Setelah 13 tahun menjadi guru kontrak di SMP Negeri Satu Atap 1 Gerokgak, Sumber Klampok, Kabupaten Buleleng, Gunawan saat ini hanya menerima honor Rp 1.200.000 per bulan. Itu pun tidak selalu tepat waktu diterimanya.

Bacaan Lainnya

“Kadang honor dibayar telat, tidak pas sesuai tanggal gajian. Honor pada tahun 2006 awal saya mengajar hanya Rp 300 ribu, terus naik menjadi Rp 500 ribu hingga terakhir saat ini Rp 1.200.000 per bulan,” ucap Gunawan kepada patrolipost.com, Minggu (24/11).

Namun, semangatnya tetap hidup untuk mengajar seluruh anak didiknya. Meski berstatus sebagai guru kontrak sejak tahun 2006, Gunawan tidak pernah mengeluh dengan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya selama 13 tahun. Beruntung istrinya Komang Witastri (52), bekerja sebagai Kaur Desa sejak Mei 1991. Sehingga penghasilan mereka suami istri bisa menghidupi dan membiayai 2 anak laki-laki mereka menempuh pendidikan.

Gunawan mengaku, setiap hari selain hari libur, dirinya berangkat dari rumah menuju sekolah sekitar pukul 06.00 Wita. Pasalnya, jarak dari rumah ke sekolah tempatnya mengajar sekitar 30 kilometer.

“Harus menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 30 kilometer. Jadi, pulang pergi tiap hari itu sekitar 60 kilometer. Waktu yang dibutuhkan dari rumah ke sekolah sekitar 1 jam dengan kecepatan standar,” ujarnya.

Pria kelahiran Tukadaya, 16 Agustus 1965 ini di SMP Satu Atap mengajar mata pelajaran olahraga dan Agama Hindu di kelas 7, 8 dan 9. Pengalaman pria yang sempat mengenyam pendidikan Keguruan di  STKIP Singaraja selama 3 tahun ini lumayan panjang. Awal jadi guru honor di SMP Darma Karya, tapi karena kekurangan murid, akhirnya tutup pada tahun 1995. Setelah itu dia mengabdi di SMPN 2 Melaya angkatan pertama dapat mengajar satu tahun. Karena tidak dapat honor, akhirnya mengundurkan diri dari SMP 2 pada tahun 1996.

Selanjutnya ia bekerja di LPD Tukadaya selama 7 tahun dan mengundurkan diri karena pindah ke Desa Tuwed sehingga tidak bisa lagi bekerja di LPD Desa Tukadaya.

“Ada aturan orang luar desa tidak boleh bekerja di LPD. Lalu Saya mundur dari LPD dan kembali mengabdi jadi guru di SMP Satu Atap karena diajak teman. Kebetulan di SMP Satu Atap belum ada guru olahraga,” tuturnya.

Awalnya Gunawan langsung diterima sebagai tenaga honorer dan berjalan selama 1 tahun. Tahun 2007 statusnya berubah menjadi guru kontrak sampai sekarang.

Satu-satunya harapan Gunawan adalah berharap tim di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang serta semua unsur dan jajaran yang terlibat dalam mengupayakan pendidikan yang baik bagi anak bangsa dan segera mengangkat pegawai kontrak menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

“Ke depan saya berharap Mendikbud yang baru bisa mengupayakan pendidikan yang lebih baik bagi anak bangsa. Sekaligus memperhatikan nasib guru seperti kami, baik yang honor maupun kontrak agar dapat dinaikkan menjadi PNS. Selain itu guru-guru yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan dipermudahkan naik ke PNS,” pungkasnya.

Harapan itu disampaikannya setelah membaca pidato Mendikbud Nadiem Makarim di Hari Guru Nasional (HGN) 2019. Mendikbud mengharapkan, guru melakukan perubahan dalam metode mengajar di kelas. Sebelum para guru melakukan perubahan-perubahan itu, pemerintah pun harus berusaha mengubah taraf hidup guru seperti dirinya menjadi lebih baik. (cr02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.