Siti “Ipung” Sapura Meradang, Tanahnya Diklaim Sepihak PT BTID

2022 02 24 18 28 28 178
2022 02 24 18 28 28 178

Siti “Ipung” Sapura saat menjelaskan tanahnya yang diklaim sepihak PT BTID.

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Merasa tanah miliknya yang berlokasi di lingkungan Kampung Bugis, Serangan Kota Denpasar diklaim secara sepihak oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) Pengacara Siti “Ipung” Sapura meradang. Informasinya, Jumat (25/2/2022) akan dilakukan ukur ulang oleh pihak BTID dengan melibatkan BPN dan Dinas Kehutanan.

“Padahal tanah yang mereka klaim, itu adalah tanah yang saya eksekusi pada tanggal 3 Januari 2017,” ungkap Ipung saat ditemui Kamis (24/2/2022) di Denpasar.

Lantas ia mengkisahkan, orangtuanya yakni almarhum Daeng Abdul Kadir membeli dua bidang tanah yang terletak di Kampung Bugis, Serangan pada tahun 1957 dari almarhum Sikin ahli waris dari H. Abdurahman mantan kepala Desa Serangan kala itu. Dua bidang tanah yang dibeli yaitu dengan pipil nomor 2, persil nomor 15c memiliki luas 0,995 hektar, kemudian tanah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a memiliki luas 1,12 hektar. Namun, alam perjalanan, ada sejumlah pihak mencoba menguasai lahan itu dengan dalih bahwa tanah tersebut diperoleh secara hibah dari almarhum Cokorda Pemecutan.

Berbekal dokumen kepemilikan yang sah, Ipung selaku ahli waris kemudian melakukan eksekusi lahan yang telah dikuasai sejumlah oknum masyarakat pada 2017 silam. Ipung juga mengatakan, saat eksekusi ia mengeluarkan modal sendiri. Setelah dieksekusi, tanah yang sebagian besar telah diisi bangunan rumah oleh para oknum tersebut kemudian dia ratakan.

“Ketika tanah sudah menjadi daratan, akan tetapi tiba-tiba ada beberapa pihak yang mengklaim kepemilikan tanah eks eksekusi. Kemudian ada yang mengatakan tanah itu tanah lebih berdasarkan kordinat BPN, waktu itu saya diam,” kata Ipung. Saat Desa Adat Serangan mencoba melakukan pengukuran, Ipung selaku pemilik sah kemudian bereaksi sehingga pihak Desa Adat Serangan urung melakukan pengukuran, sambungnya.

Namun tak berhenti di sana, sekelompok masyarakat melapor ke Kejari Denpasar jika tanah eks eksekusi merupakan tanah milik Desa Adat Serangan. Tak hanya itu, PT BTID juga bersurat ke Desa Adat Serangan bahwa tanah yang telah dieksekusi merupakan tanah milik mereka. PT BTID berdalih tanah tersebut miliknya berdasarkan SK SLH tahun 2015. “Saya katakan, Daeng Abdul Kadir membeli tanah pada tahun 1957, sementara BTID mengkalim berdasarkan SK tahun 2015. Kemudian, BTID masuk dan melakukan reklamasi Desa Serangan pada tahun 1996. Masuk akal nggak tiba-tiba BTID mengklaim bahwa tanah eks eksekusi milik mereka,” tanya Ipung dengan nada geram.

Ipung lantas menantang pihak BTID untuk membuktikan jika tanah tersebut milik mereka. Jika tidak bisa, ia akan membawa persoalan ini ke ranah hukum karena ia merupakan pemilik sah tanah tersebut.

Sementara itu dari tempat terpisah Anak Agung Buana selaku Legal Consultant di PT BTID yang dimintai konfirmasi terkait hal ini melalui selulernya, menyatakan, jika dirinya tidak tahu pasti soal itu. Justru ia mengarahkan untuk menanyakan langsung ke Direktur PT BTID, Made Sumantra. “Kalau soal pulau silahkan konfirmasi ke pak Made Sumantara (General Manager PT BTID, red) yang saya tahu tadi memang ada beberapa tamu, tapi kurang tahu apa keperluannya,” katanya singkat.

Lain halnya General Manager PT BTID, Made Sumantara yang coba dihubungi melalui selulernya beberapa kali terkait persoalan ini, rupanya tidak menjawab. (wie)

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.