Polemik Pemberhentian 3.000 TKD, Sekda Manggarai Barat: Sudah Sesuai Aturan

demo buruh
Aksi anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Kabupaten Manggarai Barat saat melakukan aksi demonstrasi di Halaman Kantor Bupati Manggarai Barat, Senin (10/1/2022). (ist)

LABUAN BAJO  | patrolipost.com – Keputusan Bupati Manggarai Barat mengurangi anggaran untuk Tenaga Kontrak Daerah (TKD) mendapat reaksi beragam dari masyarakat luas, baik yang pro maupun kontra. Sejak 4 bulan lalu sekitar 3.000-an TKD yang sebelumnya menerima gaji Rp 1.950.000 dipotong jadi Rp 900.000 per bulan.

Di dalam surat pemberitahuan Bupati Manggarai Barat dengan nomor BKPPD.870/536/XII/2021 memerintahkan kepala OPD melarang mempekerjakan tenaga TKD sebelum adanya surat keputusan pengangkatan kembali TKD dari Bupati Manggarai Barat.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, Bupati Edi mengeluarkan Surat Keputusan Bupati dengan  nomor BKPPD.814/323/VII/2021 tentang besaran honorarium TKD lingkup pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tahun anggaran 2021, dimana gaji TKD dari yang semula sebesar  Rp. 1.950.000 dipangkas hampir mencapai 50 persen menjadi Rp. 900.000.

Dua Keputusan ini pun mendapatkan kecaman keras dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) Kabupaten Manggarai Barat. FSBDSI bahkan menggelar aksi demonstrasi terkait kebijakan publik ini di Halaman Kantor Bupati Manggarai Barat serta di Kantor DPRD Mabar, Senin (10/1/2022).

Dalam aksinya, Serikat buruh Mabar ini menilai Bupati Edi telah menyalahgunakan kekuasaannya melalui kebijakan politiknya yang sangat melukai hati tenaga buruh TKD,  mencederai nilai moral kemanusiaan, melanggar hak-hak buruh tenaga TKD dan merupakan pencerminan pemimpin yang diktator.

Serikat buruh juga mempertanyakan penggunaan dana hasil pemotongan upah TKD yang dalam data mereka kurang lebih mencapai Rp 10 miliar dari total 3 ribu TKD yang ada.

Bahkan, serikat buruh menilai bahwa alasan demi efisiensi anggaran keuangan daerah dan refocusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Manggarai Barat adalah alasan yang tidak tepat dan cacat prosedural karena menyalahi Perda APBD tahun 2020 yang sudah ditetapkan bersama DPRD Kabupaten Manggarai Barat.

“Lalu mengapa pada tahun 2021 Bupati dan DPRD mengeluarkan kebijakan pemotongan upah TKD sebanyak 50%? Kemanakah uang tersebut dialokasikan? Dan kenapa kebijakan itu dibuat. Kami FSBDSI merasa bahwa kebijakan tersebut cacat prosedural karena bertentangan dengan Perda APBD tahun 2020,” ujar Ketua FSBDSI, Rafael Todowela seperti yang tertulis dalam release yang diterima media ini.

Dalam APBD tahun 2020 tentang Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020-2021 itu menurut serikat buruh sudah dibahas dan disahkan dalam rapat paripurna bersama Bupati dan Anggota DPRD Mabar yang diantaranya memuat terkait anggaran pengupahan TKD di tahun 2021.

Bupati Edi bersama DPRD Mabar pun diduga mengambil upah TKD yang sudah dibahas dalam APBD tahun 2020 untuk menaikan anggaran reses anggota DPRD yang efektifitas pelaksanaannya tidak tepat dan membunuh nasib TKD serta menghambur-hamburkan uang negara.

Kebijakan ini juga menurut FSBDSI berpotensi melanggar UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Pemerintah Daerah Bomor 32 /2004, UU nomor 23/2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan UU Otonomi Daerah.

Atas semua ini, Serikat Buruh menuntut Bupati Edi untuk membayar upah TKD yang sudah dipotong selama 4 bulan dengan total Rp 10 miliar lebih. Selain itu mereka juga mendesak Bupati Edi menghentikan wacana penghentian ratusan TKD Manggarai Barat dan mendesak Edi Endi agar melakukan moratorium terhadap pengangkatan TKD baru di lingkup pemerintah Manggarai Barat.

Sesuai Aturan

Menyikapi hal ini, Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Manggarai Barat Fransiskus S Sodo menyampaikan bahwa kebijakan akan pengurangan alokasi Tenaga Kontrak Daerah pada tahun 2022 dilakukan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku yakni dengan pertimbangan pasal 96 dan pasal 98 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Berdasarkan Pasal 96 PP 49 Tahun 2018, pejabat pemerintah dilarang untuk mengangkat tenaga non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Pada Pasal 99, disebutkan bahwa tenaga non-PNS masih bisa tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, dalam Pasal 96 bagi Pejabat Pemerintah yang masih mengangkat akan dikenakan sanksi. Sanksi akan diputuskan bersama dengan kementerian terkait.

Dengan demikian lanjutnya maka tenaga kontrak daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat perlu dievaluasi untuk dikurangi secara bertahap hingga tanggal 23 November Tahun 2023.

“Masa transisi penghapusan status tenaga honorer di Instansi Pemerintah berlangsung hingga 2023. Hal tersebut sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018,” ujarnya, Selasa (11/1/2022).

Selain itu juga kata Fransiskus, terdapat pula pertimbangan lain yang sangat mendasar dan rasional yakni pertimbangan kemampuan keuangan daerah serta pertimbangan kelembagaan.

“Selain itu, dari aspek manajemen dan kelembagaan Pemerintah Pusat sudah mendorong pelaksanaan transformasi Birokrasi sejak tahun 2021 melalui kebijakan penyederhanaan struktur dan penyetaraan jabatan struktural ke jabatan fungsional dan hal ini sudah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat,” ungkapnya.

Hal ini jelas Fransiskus telah dituangkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi kedalam Jabatan Fungsional dan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah.

Implementasi sejumlah aturan ini pun ditindaklanjuti melalui, surat edaran Bupati Manggarai Barat Nomor: BKPPD.870/509/XII/ 2021 tentang perubahan atas surat edaran Bupati Manggarai Barat nomor: BKPPD.870/505/XII/2021 tentang Evaluasi Tenaga Kontrak Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat.

Fransiskus juga menyampaikan bahwa di tahun 2022, Pemkab Mabar mendapat jatah formasi PPPK sebanyak 1.542 orang. Hal ini sesuai dengan surat Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Dirjen Perimbangan Keuangan tanggal 13 Desember 2021. Ia pun menyarankan agar para TKD nantinya mengikuti seleksi ini.

Selain itu, terdapat pula pertimbangan teknis dari sisi ketersediaan anggaran yang telah disepakati bersama DPRD dalam penetapan APBD Tahun 2022. Bahwa alokasi dana transfer yang bersifat umum tahun 2022 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2021, sehingga berpengaruh sangat signifikan terhadap penyediaan belanja Pegawai di Tahun 2022.

“Pemerintah ingin birokrasi dikelola secara lebih professional, rasional dan berorientasi pada kinerja. Untuk itu kita perlu menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut di atas melalui pembenahan kelembagaan secara internal termasuk salah satu kebijakan di antaranya adalah tidak memperpanjang Tenaga Kontrak Daerah,” tuturnya.

Disamping itu arahan Kebijakan Pemerintah Pusat harus dijadikan sebagai momentum untuk membangun budaya kerja baru yang lebih profesional, berorientasi pada hasil kerja/kinerja (bukan struktur dan jabatan).

“Ke depan kita sudah harus ‘familiar’ dengan budaya pemberian penghargaan dan penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang tidak disiplin atau yang berkinerja buruk, Bupati dan Wakil Bupati sudah mengimplementasi kebijakan ini dan berkomitmen untuk terus diimplementasikan sehingga transformasi budaya kerja kita bisa lebih cepat terealisasi,” jelasnya.

Sekda menambahkan sesuai aturan yang telah disebutkan Pemkab Mabar berupaya taat asas, akan secara bertahap menghapus Tenaga Kontrak Daerah dari status pegawai TKD.

“Sesuai Undang-Undang ASN, status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah hanya ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pemerintah dengan Perjanjian Kerja alias PPPK,” katanya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.