Terbaring Selama 11 Tahun, Bocah Pengidap Hidrosefalus di Mabar Butuh Uluran Tangan

bocah derita hidrosifalus
Mektildis Oktaviana (12), bocah pengidap Hidrosefalus terbaring lemah di rumahnya. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Nasib malang menimpa Mektildis Oktaviana, bocah berusia 12 tahun asal kampung Sokrutung, Desa Pantar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Bocah ini harus menahan sakit selama 11 tahun lebih terbaring di tempat tidur dengan kondisi kepala membesar.

Kisah sedih yang dialami keluarga pasangan suami istri  Fransiskus Dasales Ndora (38) dan Maria Oni (37) itu diketahui pada saat Oktaviana berusia tiga bulan. Fransiskus dan Maria mengetahui Oktaviana yang lahir pada 25 Oktober 2009 di Puskesmas Rekas, Kecamatan Mbeliling silam itu mengidap penyakit Hidrosefalus (pembengkakan kepala karena penimbunan cairan di bagian kepala) setelah Oktaviana dirujuk ke RSUD Ben Mboi, Ruteng Kabupaten Manggarai. Sebelumnya sang bayi mengalami kesakitan selama tiga hari berturut turut. Penyakit itu diketahui telah menjalar di dalam tubuhnya.

“Tiga malam dia menangis tidak berhenti waktu itu. Akhirnya kami pergi meminta resep di Rumah sakit Susteran Labuan Bajo. Pada saat itu ada salah satu suster menyarankan kami untuk minta rujukan di Puskesmas Labuan Bajo agar bisa ke Ruteng untuk bertemu Dokter Bedah Saraf di rumah sakit umum Ben Mboi  Ruteng. Kemudian setelah dokter cek ternyata anak kami kena penyakit Hidrosefalus. Saran Dokter di Ruteng waktu itu agar kami cepat ke Bali agar segera di Operasi di RS Sanglah Bali,” tutur sang ayah, Fransiskus saat ditemui di kediamannya di Desa Pantar, Kecamatan Komodo, Minggu (5/12/2021) sore.

Fransiskus menceritakan, saat itu ia bersama istrinya kebingungan memikirkan dana yang akan digunakan untuk mengobati putrinya ke Pulau Bali, terlebih Fransiskus hanyalah berprofesi sebagai petani dan tidak mempunyai cukup uang. Untuk biaya pengobatan putrinya selama di Bali, ia mengaku hanya mengandalkan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) serta bantuan dari sanak keluarga yang menetap di Bali sehingga putrinya bisa menjalani proses operasi dua tahap.

“Waktu itu kami ikut Kapal Laut Tilong Kabila, biaya waktu itu memang tidak cukup. Untungnya ada keluarga di Bali untuk membantu sedikit. Setelah dua minggu di sana, operasi tahap awal dimulai dengan sedot cairan tersebut pada pukul 7 pagi sampai jam 3 sore,” tuturnya.

Kesedihan Fransiskus dan Maria ternyata berlanjut pasca mendapatkan informasi dari dokter yang merawat Oktaviana bahwa mereka harus tetap bertahan di Bali selama 6 bulan untuk melanjutkan operasi tahap dua. Fransiskus merasa sedih karena kondisi mereka saat itu kekurangan uang. Namun mereka tetap bertahan dan memilih untuk melanjutkan operasi tahap kedua meskipun harus bersusah payah mencari bantuan keuangan.

“Setelah itu kami disuruh nginap di dalam selama 5 bulan, selang satu bulan kemudian baru operasi kedua untuk pemasangan selang untuk pembuangan cairan tersebut. Selang tersebut dipasang dalam tubuhnya untuk membuang cairan di kepalanya tersebut melalui saluran kencing,” ucap Maria.

Maria melanjutkan, setelah melewati proses operasi tahap awal dan kedua, Dokter kemudian menyarankan agar selang tersebut dikontrol satu kali dalam rentang waktu lima bulan. Namun karena kekurangan biaya hingga sampai saat ini, Oktaviana belum bisa melakukan kontrol dan selang tersebut masih terpasang di tubuhnya.

“Satu kali dalam lima bulan untuk kontrol selang, Namun karena keterbatasan biaya kami tidak mampu lagi untuk terus dikontrol. Ada kursi rodanya dia yang dikasih dari LSM dulu, tapi itu dia pakai hanya selama lima bulan, hingga saat ini tidak bisa dipakai lagi karena sudah terlalu kecil buat dia duduk di situ,” ujar Maria berurai air mata.

Atas kondisi ini, Maria mengharapkan bantuan dari semua pihak terkait biaya pengobatan putrinya. Selain itu ia juga mengharapkan dukungan doa bagi kesembuhan putrinya itu.

“Saat ini anak kami butuh sekali kursi roda dan pampers karena kursi roda yang dia pakai selama lima bulan kemarin sudah tidak pas dengan kondisinya dia. Harapannya semoga pemerintah desa dan Pemerintah Daerah bisa membantu untuk membiayai kontrol kembali penyakit yang dialami anak kami ini,” harap Maria.

Bagi pembaca yang mau membantu meringankan beban Mektildis Oktaviana dapat menghubungi nomor handphone keluarga dari Fransiskus Dasales Ndora ayah Mektildis Oktaviana  (082189591372). (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.